Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Oke, Tapi Seniman Betawi Harus Dapat Tempat Layak

  • Bagikan
Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Oke, Tapi Seniman Betawi Harus Dapat Tempat Layak (Foto. Asep)

Tanganrakyat.id, Jakarta – Seniman Betawi tak mempermasalahkan rencana revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) yang akan dilakukan PT Jakarta Propertindo hingga Juni 2021. Namun, TIM juga harus memberi tempat yang layak bagi seniman Betawi.

“Terserah TIM mau dibikin apa, yang penting ia memberi kemaslahatan bagi orang Betawi,” ucap Iwan Aswan, pelukis Betawi, dalam kongko (diskusi) Perkumpulan Betawi Kita dan Lembaga Kebudayaan Betawi ‘Revitalisasi TIM dan Seniman Betawi’ di kantor Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Jumat (03/01/2020).

Revitalisasi TIM menjadi pembicaraan hangat di publik akhir-akhir ini, terutama setelah mencuatnya isu penolakan kalangan seniman terhadap rencana pembangunan hotel di kawasan itu. Padahal, saat ground breaking revitalisasi TIM, Gubernur Anies Baswedan telah menegaskan, revitalisasi TIM bertujuan untuk meningkatkan citra TIM sebagai pusat kesenian bertaraf dunia.

Imam Hadi Purnomo, Kepala UP Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, menegaskan, meski melakukan pembangunan infranstruktur di kawasan TIM, pemerintah tidak masuk dalam konten.

“Pemerintah tidak mengubah marwah TIM yang sudah ada sejak 51 tahun, tetapi dikembangkan lebih baik,” ujar Imam. “Silakan seniman nanti yang mengisinya.”

Beky Mardani, Ketua LKB, secara tegas mengatakan bahwa Republik Indonesia berutang banyak kepada orang Betawi. Sebab, dengan kelapangan hati orang Betawi, Jakarta menjadi ibukota. Ia pun mendukung penuh revitalisasi TIM.

“Seniman Betawi terus berkarya di LKB, apa yang dikemukan secara simbolik terasa. Sepakat soal Republik berutang ke Betawi karena nilai-nilai budaya Betawi tumbuh berkembang mewarnai di Ibukota. Pak Anies cukup sadar. Dalam berbagai kesempatan ia menyebut Jakarta berutang ke Betawi,” katanya.

Sementara itu, Bambang Bujono, kurator seni rupa yang juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta selama dua periode, mengatakan bahwa ketika Ali Sadikin merancang tempat berkumpul para seniman setelah Planet Senen digusur, Bang Ali tidak pernah berkonsultasi kepada siapa pun. “Bukannya tidak ada penolakan, ada. Malah seniman kaget, kok mewah benar gedungnya,” kata dia.

“Sejauh yang saya tahu, yang dikonsultasikan oleh Pemda DKI (Gubernur Ali Sadikin) ke seniman adalah ‘konsep’ TIM. Dalam pidato pembukaan TIM, 10 November 1968, Bang Ali bilang, ada kesenian yang perlu didukung, ada yang tidak. Dan soal ini sepenuhnya diserahkan kepada seniman, maka ada DKJ,” ucap Bambang yang mencatat pada saat itu TIM tidak ‘elitis’.

“Lenong, Srimulat, Wayang Orang Bharata tampil dan main di TIM. Saya termasuk yang rajin nonton karena waktu itu wartawan diberi tiket gratis untuk nonton pertunjukan di TIM,” katanya.

TIM pasca revitalisasi dirancang menjadi simpul ekosistem budaya yang bisa melahirkan seniman/budayawan baru. Selain itu, TIM juga menjadi tempat untuk berinteraksi bagi seniman dan masyarakat di Jakarta. Ditargetkan selesai pada Juni 2021, TIM diharapkan turut andil menciptakan wajah baru Jakarta saat Kota Jakarta berulang tahun ke-494.

Taman Ismail Marzuki sendiri merupakan sebuah pusat kesenian dan kebudayaan yang didirikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 10 November 1968. TIM dulunya dikenal sebagai Ruang Rekreasi Raden Saleh. Berlokasi di Jalan Cikini Raya 73, Menteng, Jakarta Pusat, pusat kesenian ini mengambil nama Ismail Marzuki, orang Betawi kelahiran Kwitang, Senen, yang juga seorang komposer terkenal.

TIM sendiri punya sejarah yang amat dekat dengan orang Betawi. TIM menjadi awal tempat mencuatnya lenong di tahun 1970-an hingga 1980-an. Bahkan, lenong yang saat itu dipertunjukkan membuat bangku pementasan hampir selalu terisi penuh. Lenong yang saat itu ‘megap-megap’ pun berhasil diselamatkan.

Berbagai pertunjukan yang kreatif dan inovatif lahir di TIM. Sebab, TIM memang menjadi wadah bagi seniman untuk melahirkan suatu karya yang didasari eksperimen dan kaya dengan ide. Sebut saja, sejumlah kreator seni yang melahirkan karya di TIM, seperti Rendra dengan Bengkel Teater, Nano Riantiarno dengan Teater Koma, atau Sardono W Kusumo dengan pentas tarinya.

Belum lagi pelukis Affandi, Trisno Soemardjo, Hendra Gunawan, Agus Jaya Oesman Effendi dan S. Sudjojono yang mengisi TIM dengan karya-karya artistik mereka.

Seniman Betawi macam Firman Muntaco dan Sarnadi Adam juga giat berkarya di TIM.

Namun kini, di tengah revitalisasi TIM, tidak hanya pembangunan fisik meliputi sarana dan prasarana serta mengembalikan fungsi-fungsi yang sebelumnya tidak ada. Yang lebih penting adalah mengembalikan fungsi utama TIM sebagai taman terbuka publik dan pusat seni budaya serta edukasi.

Muhammad Taufiqurachman, Direktur Operasional Jakarta Propertindo, mengatakan pihaknya melalukan revitalisasi TIM setelah mendapat mandat dari Gubernur Anies Baswedan sesuai Pergub No 327 tahun 2018.

Ia menyebut ada beberapa hal yang diperbaiki usai revitalisasi, di antaranya penambahan kapasitas Graha Bakti Budaya, pembuatan amphitheater, Kineforum dan Teater Arena yang dulu pernah ada tapi sekarang hilang.

“Bahkan, ruang terbuka hijau juga naik dari 11 persen menjadi 27 persen,” katanya.

Di tengah itu, yang lebih penting adalah pelibatan seniman Betawi dalam proses revitalisasi dan kegiatan ke depan. Kebudayaan Betawi hendaknya lebih mewarnai TIM, sesuai namanya yang diambil dari nama pahlawan nasional Betawi dan lokasinya di Jakarta.

Memang sudah dimulai, seperti adanya Pekan Sastra Betawi 2019 serta beberapa seniman yang terlibat di Dewan Kesenian Jakarta, di antaranya Yahya Andi Saputra dan Atin Kisam.

Roni Adi, Ketua Betawi Kita, mengatakan “Seniman Betawi harus lebih diberi tempat di TIM, seperti lenong Betawi pun dulunya meramaikan TIM. Jangan sampai seniman Betawi tak diberi peran strategis,” ucapnya.

Banyak harapan yang terkuak dalam diskusi, termasuk mengembalikan Masjid Amir Hamzah yang merupakan cagar budaya dengan prasasti bertanda tangan Ali Sadikin di depannya. Juga agar TIM tidak hanya bersifat Indonesia, tapi juga lebih memperhatikan Betawi sebagai tuan rumah.

Sejalan dengan keinginan itu, tokoh Betawi Iskandari Bait mengatakan, dalam hal revitalisasi, jangan lupakan tiga hal: care (peduli), share (berbagi), dan fair (adil).

Revitalisasi hendaknya peduli terhadap seniman Betawi, memberi tempat lebih banyak terhadap kalangan penggiat seni dan budaya Betawi (share), dan adil terhadap semua seniman Betawi.

Sementara Iwan juga menegaskan, dengan adanya revitalisisasi, TIM nantinya harus punya seniman kelas dunia, kurator kelas dunia, dan pengelola kelas dunia.” Acara dipandu Yahya Andi Saputra. (Asep)

  • Bagikan

Comment