Rapat DPRD Indramayu Deadlock Tentukan Status Covid-19

  • Bagikan
Rapat DPRD Indramayu Deadlock Tentukan Status Covid-19 (Foto.Red)

Tanganrakyat.id, Indramayu-Rapat DPRD Kabupaten Indramayu untuk menentukan status wabah Covid-19 di Indramayu berujung Deadclok karena semua stakeholder terkait yang diundang juga tidak hadir contohnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dr Deden Bonni Kuswara.

Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Indramayu, Haji Sirojudin, SP mengenai tidak hadirnya Juru bicara Percepatan Gugus Covid-19 dr Deden sangat menyesalkan karena kita akan tanyakan alasan dari pemerintah daerah ini mengacu kepada peraturan apa dari Badan Penanggulangan Bencana nasional atau BNPB terkait dengan konsiderans bahwa yang namanya status KLB itu ya sama halnya dengan yang disampaikan ini tanggap darurat itu katanya pengertian kami bahwa Kenapa tidak mengacu kepada kabupaten lain contohnya Kabupaten Bekasi itu bupatinya sudah mengeluarkan surat bahwa terkait dengan pernyataan bupati itu sudah membuat ketetapan namanya bukan tanggap darurat tapi Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait dengan penanganan Covid-19 jadi bagi kami rapat pada hari ini kami terus terang aja Deadclok sangat kecewa karena semua stakeholder terkait yang diundang juga tidak hadir contohnya Kepala Dinas Kesehatan yang konon katanya sedang rapat tadi pagi diundang oleh kami juga tidak hadir, sekarang tidak hadir juga dengan alasan tidak jelas.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Indramayu, Haji Sirojudin, SP Saat Memberikan Keterangan Kepada Awak Media (Foto.Red)

“Kehadiran mereka sangat diperlukan untuk menjawab pertanyaan dari teman-teman anggota dewan terkait status parameternya apa bisa dijadikan KLB sama dengan tanggap darurat itu kan mereka yang harus jawab kalau temen-temen yang bukan dari kesehatan nggak bisa jawab tentunya,” ujar wakil Ketua DPRD, ujar Sirojudin, Senen (30/03/2020).

Kadis Kesehatan ini juga menjadi juru bicara daripada Tim Satgas Penanggulangan Bencana Covid-19 dia dibutuhkan keterangannya malah tidak hadir, tapi menyatakan sebagai kejadian luar biasa atau tanggap darurat Ini kan ada kaitanya dengan anggaran yang 14 miliar kami juga DPRD tanya dong kegunaannya untuk apa?

Salah Satu Anggota DPRD Kabupaten Indramayu Saat Memberikan Keterangan Pers (Foto.Red)

Sekali lagi sebenarnya yang kami tanyakan tadi itu parameternya apa terkait dengan penentuan KLB atau tanggap darurat itu yang kami butuh jawaban dari mereka tapi satupun orang tidak ada yang bisa jawab, jadi status Kabupaten Indramayu masih ngambang tentang wabah Covid-19, saya kecewa hari ini rapat kerja dengan DPRD dan bersama tugas gugus Covid-19.

Baca juga:Rapat Konsultasi Pimpinan DPRD, AKD, Pimpinan Fraksi Kabupaten Indramayu Terkait Covid-19

Di tempat terpisah Direktur PKSPD O’ushj Dialambaqa menanggapi rapat yang berujung Deadclok mengatakan tak ada kata yang tepat harus saya katakan, kecuali memang eksekutif maapun legislatif tidak mempunyai since of crisis di tengah bencana nasional ini. Sama sekali tidak mencerminkan duka dan air mata dengan covid-19 ini sebagai bencana nasional. Ini terbukti Kadiinkes/Jubir Penanggulangan Bencana juga tidak datang, jadi dianggap tidak penting. Ini namanya memelihara kedunguan padahal covid-19 dinyatakan sebagai bencana nasional.

“Apa tidak malu sama Anies Baswedan Gubernur DKI yang trengginas karena ini menyangkut banyak nyawa yang harus diselamatkan dalam kondisi gawat darurat. Aneh para anggota Dewan masih berkutat dan berdebat aturanya. mana jika dikatakan KLB? Apa tidak paham mengapa Menkeu Sri Mulyani membolehkan menggunakan dana DAK atau dana Transfer bahkan Dana Desa juga bisa dipakai? Ya karena KLB, covid-19 dinyatakan sbg bencana nasional. Jadi anggota Dewan menunjukkan kengawuran dan asal ngomong atau gede-gedean omong kosong. Coba tanyakan sama Sri Mulyani mengapa boleh pakai yang aturan normatifnya tidak boleh dan bahkan tidak perlu persetujuan Dewan dulu, ya karena bencana nasional yang massal sifatnya dan harus secepat kilat penangananya,” tegas O’ushj Dialambaqa, Senen (30/03/2020) yang tenar di panggil Pak Oo. pukul: 21:26 WIB di rumah kediamannya.

Masih merupakan Pak Oo, apa Jokowi harus minta persetujuan senayan dulu untuk menyatakan bencana nasional dan penggunaan APBN yang darurat nasional tersebut, ya tdk perlu.

Posisi Dewan dalam kondisi darurat bencana nasional ini baru nanti minta penjelasan atas penggunaan dana yang Rp 14 milyar itu untuk apa saja, bocor atau dikorupsi tidak. Jadi posisi sekarang boleh menanyakan untuk apa saja dana tersebut tetapi bukan harus ada ketuk palu Dewan dulu dan pakai peraturan mana surat keputusan yg menyatakan Indramayu KLB? Jangan tanya sama Kadinkes atau sama Plt. Bupati ya pasti tidak bisa jawab maka tidak datang karena takut. tanyanya sama Presiden Jokowi dan Menkeu Sri Mulyani jika pokoke landasanya Permenkes soal KLB.

Kadinkes/Jubir juga harus menjelaskan pada publik secara transparan mengenai dana 14 milyar tersebut untuk pengadaan apa saja dan untuk tindakan apa saja. Jangan seperti main petak umpat.

Yang jauh lebih penting mengapa Kadinkes/Jubir tidak mau mengambil tindakan untuk menguji kebenaran terhadap yang meninggal padahal statusnya PDP dalam area atau ruangan covid-19 sehingga update datanya sekalipun ada yg menimggal dan dikuburkan dengan SOP covid-19 tapi tetap dinyatakan negatip alias mati bukan karena corona. Ini menjadi keblinger, padahal punya alat test swab yang bisa menguji kebenaran pasien meninggal. Apa hanya ingin dipuji bahwa kita bebas corona. Logikanya di mana, wong buruh migran (TKW/TKI) banyak yang pulang kampung kok.

Penjelasan karantina mandiri saja tdk diberikan sehingga setelah pulang masih bepergian kemana- mana, padahal bisa bahaya dan sangat efektif dalam penyebarannya.

Untuk itu, PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) meminta seluruh pasien yg statusnya PDP dilakukan test swab untuk memastikan apakah positip atau negatip. Kasus yang meninggal kemarin secara logika dan akal waras bisa dikatakan positif karena seluruh indikasinya terpenuhi dan proses kematiannya relatif cepat karena yg dihancurkan oleh virus tersebut adalah gelembung paru-paru sehingga tak bisa bernafas.

Maka untuk selanjutnya, tidak ada alasan lagi setelah pasien meninggal ya harus ditest swab untuk memastikan positip atau negatip. Jangan berapologi dan beralibi bahwa yang meninggal itu belum tentu positip tapi mengapa bisa mengatakan negatip padahal belum dilakukan test swab. Itu bukan argumen medis tapi kengawuran yang terus dipelihara agar kita tetap zero covid-18, hebat bukan!

Jika masih ODP bisa dimaklumi tapi jika kemudian juga meninggal tetap harus diuji kebenarannya apa positip covid-19 ataukah benar negatip. Ini penting karena untuk mengambil kebijakan, sikap dan tindakan penanggulangan penyebarannya. Maka yang ODP juga harus segera dilakukan tindakan rapid test agar secara dini terdeteksi.

Sedangkan Dana 14 milyar yang diantaranya dipakai untuk pembuatan spanduk sosialisasi covid-19 dengan ditempel gambar Plt. Bupati Taufik Hidayat itu tidak boleh atau melanggar aturan karena Plt. Bupati adalah sedang dalam posisi sebagai calon Bupati pada Pilkada 2020. Jika dilihat dan dikaji dari motifnya maka menjadi gamblang unsurnya bonceng kampanye atau sosialisasi diri untuk kepentingan politik dirinya. Yang demikian sudah masuk ranah dalam unsur korupsi jika kita mau jujur. PKSPD berharap para Aparat Penegak Hukum bisa melihat fakta tersebut sebagai bukti petunjuk permulaan adanya indikasi penyalahgunaan dana bencana nasional dan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan Undang-Undang Tipikor.tutupnya. (KkP)

  • Bagikan

Comment