Fraksi PDI-P: Dari Rp 50 Milyar Yang Rp30 Milyar Untuk Dampak Sosial Dan Ekonomi Warga

  • Bagikan
Pemda Mestinya Bisa Anggarkan Rp 50 Miliar APBD Buat Masyarakat Indramayu Dampak Covid-19. (Foto. Red).

Tanganrakyat.id, Indramayu-Masalah Indramayu memang sangat rumit untuk status Covid-19 saja sampai hari ini masyarakat masih pada bingung apa yang harus dilakukan, belum lagi soal adanya uang Rp50 Milyar untuk penanganan Covid-19 terus di bahas seperti yang dipaparkan oleh Fraksi PDI Perjuangan DPRD Indramayu mengingatkan Pemda Indramayu dalam mengalokasikan Rp50 Miliar relokasi APBD Indramayu 2020 untuk anggaran Covid-19, harus setengah lebih, yakni Rp30 miliar dialokasikan khusus untuk dampak sosial dan ekonomi yang menimpa masyarakat Indramayu.

Hal itu disampaikan oleh ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Indramayu, Haji Abdul Rohman kepada media, Jumat (3/4/2020).

“Saya ingin separo lebih, 30 milyaran, harus dialokasikan untuk penanganan dampak sosial dan ekonomi warga di Indramayu,” ujarnya.

Sementara untuk alokasi penanganan Covid-19 yang sifatnya operasional dan penambahan alat-alat bantu kesehatan, menurut Haji Rohman, cukup dianggarkan Rp20 miliar saja.

Ia menjelaskan, dampak sosial dan dampak ekonomi akibat Covid-19 akan menimpa di masyarakat Indramayu, misalnya bagi para buruh harian lepas, buruh serabutan, UMKM, para nelayan, petani, sektor jasa, dan sektor-sektor lain yang dipastikan akan terpengaruh akibat wabah virus corona tersebut.

“Akan banyak masyarakat yang terganggu ekonominya, karena bisa saja laju pertumbuhan ekonomi kita saat ini di titik nol koma sekian, ini yang harus kita pikirkan,” jelas Haji Rohman.

O’ushj Dialambaqa Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah Dan Pengamat Sosial (Foto.Red)

Di tempat terpisah O’ushj Dialambaqa sebagai pengamat sosial dan juga Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) menanggapi hal tersebut mengungkapkan “lagi-lagi publik harus dijejali kekacauan pola pikir Dewan, terutama yang dicorongkan Ketua FPDIP dalam banyak hal, terutama asal nyeplos menanggapi pendemik bencana dunia corona yang lebih sangat kacau soal menakar angaran dari 14 milyar menjadi 50 milyar dan katanya cukup dengan 20 milyar saja untuk pandemiknya dan yang 30 milyar untuk yang terdampak ekonomi, itu kekacaubalaun pertamanya.

Kedua, dengan 14 milyar bisa cukup bisa kelebihan, begitu juga dengan anggaran 50 milyar bisa kelebihan bisa kekurangan. Ketiga, besaran anggaran untuk menyelesaikan persoalan apalagi soal pandemik corona Itu sangat bergantung pada: A. Bagaimana merumuskan persoalanya yang kemudian paralel dengan besarnya anggaran. Saat kita melihat yg 14 milyar kemudian naik menjadi 50 milyar, model yang dipilih dalam menyusun anggaran adalah diputuskan nilainya dulu baru dibuatlah anggarannya seperti yang 14 milyar kemudian 50 milyar. Pendekatan pola mengedraf anggaran seperti itu adalah konyol dan bisa menghasilkan anggaran foya-foya dan menjadi tidak efektif dan efisien apalagi untuk mengatasi corona.

B. Seharusnya anggaran dibuat berdadarkan urgensi kebutuhan yaitu a. Berbasis data dan berbasis data empirik. b. Karena tidak mempunyai data yang benar dan validitas datanya rendah, hanya pada kisaran 10% pada semua sektor dan OPD/SKPD (jika ada yang bantah mari kita lakukan riset untuk mengujinya karena kami sudah mengkonfirmasi dan menginvestigasinya), maka harus menggunakan analisis anggaran yang bertumpu pada realitas empirik yang menjadi fakta, bukan atas dasar asumsi imejiner atau hipotesis wangsit dari langit. c. Indikator-indikator dan variabel-varibel lainya apa. d. Dalam persialan pandemik covid-19 tentu semua analisisnya berdasarkan teoritik dan fenomenologi medik, bukan seperti merencakan anggar zona kuning tanpa argumentasi medik yang logis dan menjadi ketidakterukuran secara logika dan akal waras, sehingga ketika kita pertanyakan potensi menjadi zona merahnya tidak mampu menjelaskan dengan logika dan akal waras.

Ketiga, indikator dan variabel masalah dan penyelesaian masalah menjadi faktor utama dalam mengedraf anggaran.

Dan yang keempat adalah dalam menyelesaikan masalah dalam hal ini covid-19 dan dampak sosial ekonominya juga ada hal sateris-sateris paribus lainnya yang tidak bisa kita abaikan ujar Oush Dialambaqa, Sabtu (4/4/2020) pukul 10:49 WIB.

Statemen Dewan yang dalam pembacaan ruang publik direpresentasikan melalui FPDIP yang tempo hari melalui Golkar dan PKB yang tentu Ketua Fraksinya yang bicara, itu mencerminkan asal nyeplos enggak karuan.

Pertanyaannya adalah pada mau belajar teoritik anggaran tidak dan mau melek anggaran tidak. Baik secara kualitatif maupun kuantitarif harus ada argumentasi metodologisnya. Dari mana argumen kualitatif maupun kuantotatifnya bahwa cukup dengan 20 milyar saja untuk mengatasi pandemik corona? Apa Dewan punya data base atau analisis yang hebat dan valid daripada Jubir/Kadinkes?

Wong Pemkab dan atau Bappeda saja soal data itu blong, maka yang dipakai asumsi imenjiner, ya tentu ngawur bahkan menjadi berbahaya dalam menyelesaikan bencana nasional darurat kesehatan masyarakat. Maka pastilah banyak anggaran foya-foya, tidak tepat sasaran dan target.

Begitu juga yang 50 milyar itu harus 30 milyarnya untuk penanganan dampak ekonomi seperti buruh harian, buruh serabutan, UMKM, para nelayan, petani, sektor jasa dan lainnya. Analisis dari mana Ketua FPDIP itu bisa akan cukup atau bisa akan terpenuhi. Mengambil kesimpulan kualitatif dari mana bisa seperti itu dan dari data kuantitaif mana yang dipakai. Tidak asal nyeplos yang seolah-olah berpihak pada rakyat.

Jangan mengajari masyarakat untuk merampok, mumpung sekarang bisa dirampok atas nama bencana corona. Ini namanya menari-nari di atas air mata. Agar tidak asal nyeplos cobalah jika tidak terlihat dengan kasatmata ditambah dengan pakai kaca mata, jangan hanya dari dalam mobil dan naik turun mobil lantas masuk ke ruang ber-ac.

Masyarakat kita termasuk yang tidak punya kesadaran kolektif karena memang tak ada keteladanan baik dari para birokrat, dewan dan para pemimpinnya, bukan berarti tidak ada yang disiplin, maka kami pakai kata kesadaran kolektif, seperti para PMI (Pekerja Migrain Indonesia) TKI pulang tidak memilih karantina mandiri dst. Apa tidak lihat sampai srkarang aktivitas buruh tetap jalan orang datang tetap jalan, UMKM tetap jalan, buruh tani dan petani tetap ke sawah dan kebon begitu juga yang ke empang seperti hari -hari biasa, dan yang nelayan tergantung cuaca. Pedagang hari pasaran di desa-desa berjalan tanpa ragu dan hirau kecuali pasar harian reboan dan mingguan tegalgubug di Jatibarang memang tidak diperbolehkan.

Memang benar dengan bencana nasional ini pastilah berdampak ekknomi dan pertumbuhan ekonomi. Kata Menkeu jika kondisi dadurat ini dalam ketidakpastian waktu bisa berakibat pertumbuhan ekonomi nasional minus 4%. Argumentasi Menkeu secara logoka dan akal waras bisa diterima dari sisi kelogisan indikator dan variabelnya, jadi secara ilmiah bisa dipertanggungjawabkan, tidak asal nyepolos.

Implikasi nasional dan global bencana itu ya pasti kodratnya ekenomi lesu atau menjadi terpuruk bahkan bisa me gulang krisis karena kewajiban hutang luar negeri jatuh tempo, dollar tidak bisa lagi didoping, neraca perdagangan minus dan APBN defisit, hutang luar negeri sudah tak bisa didapat lagi untuk memenuhi tanggungjawab negara menjaga segenap tumpah darah yang dipicu bencana dunia corona.

Nah itu semua akan berimplikasi pada daerah. Jadi dengan 20 milyar dan 30 milyar akan bisa dipastikan cukup dan selesai sementara Dewan bahkan tidak bisa sama sekali membaca keterukuran sampai kapankah pandemik ini akan berakhir, jadi negara saja bingung apalagi Dewan (untuk lebih jelasnya nanti bisa baca artikel saya yang berjudul: ” Corona dan Kebingungan Negara”).

Jika Dewan mau berpihak pada rakyat, koreksi saja itu RPJMD Teknokratik yang NGAWUR dan APBD yang hingga sekarang masih parsial dan tidak koprehensif, tidak jelas mana yang strategis dan mana yang tidak, semua menjadi strategis dalam program dan kegiatan. Nah yang jelas-jelas ngawur dan kacaubalau justru didukung termasuk pos foya-foya di Dewan itu sendiri seperti APBD untuk studi banding, kunker, pasilitas dan tunjangan legislatif dan lainnya. Setelah itu diselesaikan baru bilang demi rakyat, partai kami memperjuangkan nasib rakyat dan Dewan berjuang dan mengemban amanah untuk rakyat. Jadi jangan omong kosong melulu yang diperbesar. Kita malu dan letih mendengarnya, tutupnya. (KkP)

  • Bagikan

Comment