O’ushj Dialambaqa: Siaran Pers Dan Vidio Dinkes Indramayu Sisakan Pertanyaan Baru

  • Bagikan
O'ushj Dialambaqa: Siaran Pers Dan Vidio Dinkes Indramayu Sisakan Pertanyaan Baru (Foto.Red)

Tanganrakya.id, Indramayu- Deden Bonni Koswara Kepala Dinkes Kabupaten Indramayu dan juga sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Rabu (08/04/2020) dalam siaran persnya mengumumkan pasien pertama terkonfirmasi positif Covid-19. Pasien yang terinfeksi Covid-19 tersebut tercatat sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan saat ini tengah menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Indramayu.

Dalam siaran persnya mengatakan, pasien tersebut seorang laki-laki umur 23 tahun dari Kecamatan Sukra dan pulang dari Batam.

Deden menambahkan, pasien pernah masuk ke RSUD Pantura MA Sentot Patrol pada tanggal 27 Maret 2020 dengan keluhan sesak nafas, demam, nyeri, dan terpasang O2. Kemudian pada tanggal 3-7 April mengalami keluhan umum sedang, batuk, demam, pusing, dan cek rapid negatif.

Sedangkan hasil tes swab yang didapatkan pada hari Rabu (08/04/2020) ini pukul 08.35 dari Labkesda Provinsi pasien dinyatakan terkonfirmasi positif (+).

O’ushj Dialambaqa Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) (Foto.Red)

Pada kesempatan itu juga, Deden menambahkan, sampai dengan hari Rabu 08 April 2020 jumlah total ODP mencapai 368 orang dengan rincian Pekerja Migran Indonesia 111 orang (30,16 %) dan lokal 257 orang (69,84 %). Sedangkan PDP mencapai 27 pasien dengan rincian Pekerja Migran Indonesia 3 pasien ( 11,11%) dan lokal 24 pasien (88,89 %).

Direktur PKSPD O’ushj Dialambaqa menanggapi siaran pers dan vidio yang yang beredar baik di medsos maupun di berbagai media online memberikan kesimpulan sebagai berikut:

Setelah saya mendengarkan penjelasan Jubir covid-19 melalui vidio yang dikirim dari Jubir covid-19 yang sekaligus Kadinkes dr. Deden Boni Koswara dan saya harus mengapresiasi penjelasan perkembangan covid-19 yang telah disampaikan tersebut. Hal seperti itu penting dan bagus buat publik luas atau masyarakat.

Dalam penjelasannya memunculkan sisa pertanyaan atas penjelasan Jubir yang menurut saya penting untuk penjelasan lain kali ke publik agar publik tidak mengajukan pertanyaan lagi karena tidak sedikit yang malah menjadi bingung dan penasaran dan ada apa yang sesungguhnya. Pertanyaan itu adalah 1. Semua yang meninggal yang berjumlah 8 orang tersebut yang dalam status PDP (covid-19) dijelaskan mati karena komorfid (ada penyakit penyerta) yaitu yang usia 48 th lelaki dari RS Mitra Plumbon Indramayu karena kelainan jantung. Yang 41 tahun karena hipertensi dan diabetes. Yang 55 tahun karena diabetes tipe 2 dan hipertensi hardisis. Ada yang karena hipatitis B dan paru. Ada yang karena diabetes saja. Yang kelainan jantung ada 3 orang, yang diabetes saja ada 2 orang dan yang 2 orang lagi diabetes plus hipertensi. Dari penjelasan tersebut berarti tidak terindikasi satu gejalapun yang menguatkan ke covid-19 tetapi mengapa statusnya PDP Covid-19 bahkan ada yang dikubur dengan SOP Covid-19? 2. Bukankah jika statusnya PDP Covid-19 kemudian meninggal seharusnya dijelaskan bahwa yang penyakit penyertanya kelainan jantung kemudian ada gejala umum covid-19 seperti batuk-batuk, umpamanya. Yang meninggal dengan penyakit penyerta hipertensi dan diabetes ada gejala flue dan nyeri menelan, dan setrusnya. Tak perlu harus dengan 3 atau 4 gejala umum covid-19 seperti demam tinggi di atas 38 derajat, sesak napas, batuk kering berdahak dan seterusnya sehingga kita bisa memahami dan bisa dimengerti sekalipun kita bukan ahli medis atau tenaga medis. Yang ditonjolkan meninggal karena penyakit penyerta yang bersangkutan. Gejala umum covid-19nya tidak terucapkan atau tidak dijelaskan. Hal itu penting. Mengapa tersembunyikan dalam penjelasan medik? 3. Apakah penjelasan penyakit penyerta itu berdasarkan data rekam medis awal PDP yang dibawanya ataukah penjelasan dari pihak keluarga PDP. Jika penjelasan riwayat penyakit awalnya diceritakan tidak jujur oleh pasien atau keluarganya lantas bagaimana bisa berkesimpulan seperti itu? 4.Apakah berkesimpulan hanya karena penyakit penyerta saja tersebut semua yang meninggal telah dilakukan test swab dengan hasil Negatip covid-19? Empat pertanyaan yang menyisakan atas kesimpulan dan penjelasan Jubir/Kadinkes tidak terjelaskan, sehingga menyisakan pertanyaan yang paling akhir, ada apa?

“Oleh karena itu, saya berharap lain waktu ada penjelasan yang gamblang dan konkret untuk menghindari salah tafsir karena jika penjelasannya seperti dalam vidio tersebut justru mengundang tanda tanya, wong bukan covid-19 saja kok geger. Wong bukan covid-19 saja kok PDP covid-19. Jika hanya jantung atau diabetes atau hanya hipertensi ya tak perlu di-PDP-kan lho, karena PDP tersebut dalam pengertian ada terindikasi atau ada gelaja umumnya covis-19 seperti misalnya, ada batuknya atau ada sakit kepalanya atau ada sesak napasnya atau ada nyerinya atau ada demam tingginya, meski satu unsur saja diluar penyakit penyertanya. Nah yang meninggal 8 orang, semua bilang, bersih dari gejala umumnya covid-19. Yang ada beberapa gejala umumnya covid-19 belum tentu menjadi jaminan positip covid-19 setelah dilakukan test swab apalagi sekarang berdasarkan data dan fakta lapangan ada yang positip covid-19 hingga meninggal ternyata tanpa gejala yang dikatakan OTG covid-19,” ujar O’ushj Dialambaqa, Kamis (9/4/2020) puku 09:56 WIB di kediamannya.

Lanjutnya yang OTG ini yang harus lebih hati-hati, maka Jubir/Kadinkes harus juga cepat tanggap untuk upaya tindakannya dan tindakan apa yang harus segera dirumuskan dan segera dieksekusi kebijakannya sebelum OTG ini menyebar luas tanpa kecurigaan termasuk oleh yang bersangkutan itu sendiri. Jika gagap melakukan pendeteksian yang OTG ini justru menjadi jauh lebih berbahaya karena tak kasat mata, seolah-olah orang tersebut sehat ternyata telah bersemayam covid-19 dalam dirinya.

Karena sudah ada fakta PDP covid-19 yang positip, maka antisipasi pencegahannya harus intensif karena himbauan saja dalam kultur masyarakat yang tidak disiplin dan atau mau seenaknya sendiri tidak bisa berharap banyak dalam menyumbat penyebaran covid-19 maka perlu langkah yang strategis sehingga bisa efektif untuk menangkal penyebarannya.

Persoalannya PMI perlu ditangani sungguh-sunguh karena potensinya cukup besar berpeluang, maka harus menjadi pilihan kebijakan menjemput langsung di bandara kemudian sampai di Indramaru dilakukan test terlebih dahulu sebelum sampai rumah. Karena masa inkubasinya 2 minggu, maka harus dilakukan test ulang untuk mendeteksi positip atau negatip di samping penjelasan persoalan karantina mandiri agar tidak kecolongan dalam penangannya dan termasuk kemungkinan penyebarannya.(KkP)

  • Bagikan

Comment