Debitur Melakukan Over Kredit Bisa Melanggar Hukum

  • Bagikan
debitur banyak yang menunggak pembayaran, bahkan ada yang melakukan over kredit (Foto.Red)

Tanganrakyat.id, Jakarta-Ditengah pandemi Covid-19, para debitur banyak yang menunggak pembayaran, bahkan ada yang melakukan over kredit ke pihak ketiga tanpa sepengetahuan lembaga pembiayaan atau lesing.

Advokat Onggang Napitu mengatakan jika ini dilakukan, debitur bisa melanggar hukum dengan mengalihkan kendaraan kreditnya ke pihak ketiga, alasan tidak mampu membayar cicilan selanjutnya.

Padahal kata dia, ketimbang dialihkan ke pihak ketiga lebih baik mobil tersebut dikembalikan atau dititipkan kepadanya selaku kuasa hukum finance dan leasing, apabila debitur tersebut menunda pembayaran, hal itu agar tak terjerat hukum di kemudian hari.

“Ada beberapa faktor yang menyebabkan debitur melanggar hukum melakukan pengalihan kendaraan atau objek lainya. Misalnya karena faktor ekonomi, kehilangan uang muka atau apapun alasanya disebabkan virus corona (Covid 19) saat ini,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Karena itu, bagi debitur yang tidak mampu bayar cicilan kredit mobilnya, lebih baik mobil tersebut dikembalikan, sebebannya sudah ada, kelonggaran yang diberikan lembaga pembiayaan, jangan sampai karena faktor ekonomi, dan sedang dalam kesulitan keuangan karena Wabah Covid 19 ini, akhirnya debitur tidak bisa membayarkan angsuran kreditnya.

“Lantas mengoveralihkan Jaminan Fidusia, jika itu terjadi suatu waktu timbul suatu masalah. Karena keadaan wabah Covid-19 beberapa oknum Debitur beranggapan dari pada kendaraannya ditarik kreditur, lebih baik dia mengoverkredit kepada pihak lain tanpa persetujuan,” ucapnya.

Onggang menjelaskan menurutnya objek kendaraan mesti dikembalikan dahulu kepada perusahaan pembiayaan dan menghadirkan pihak ke tiga yang nantinya akan menggantikan Debitur dan di terbitkan Fidusia baru yang didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Ham

“Bagi debitur yang telah melakukan over kredit atau mengalihkan unit jaminan fidusia tanpa izin dari kreditur itu segera dibereskan atau dilaporkan kepada Lembaga Pembiayaan, karena dapat di jerat hukum pidana di kemudian hari jika terbukti.

Karena dia telah bersalah dan melanggar hukum. Begitu juga kepada pihak ke tiga tanpa persetujuan lembaga pembiayaan berdasarkan Pasal 35 dan 36 UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia,” ujarnya.

Jaminan fidusia itu menurut Onggang merupakan salah satu jaminan kebendaan sebagaimana diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999. Bentuk jaminan fidusia sudah mulai digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam, karena proses pembiayaannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat bagi para debitur. Sedangkan untuk payung hukum bagi kreditur, diatur dalam pasal 35 dan 36.

“Perlindungan kepentingan kreditur terhadap kemungkinan penyalahgunaan debitur yang tetap menguasai benda jaminan, diberikan dengan ketentuan pidana sesuai Pasal 35 dan 36 Undang-undang No. 42/1999,” ungkapnya.

Dia menghimbau dengan wabah Covid 19 yang telah mengguncang Indonesia bahkan Dunia telah diberikan kelonggaran dari Lembaga Pembiayaan bagi para penderita covid 19 sehingga disarankan tidak mengalihkan objek Jaminan Fidusia. (Red)

  • Bagikan

Comment