PSBB Di Kabupaten Indramayu Jauh Dari Harapan

  • Bagikan
PSBB Di Kabupaten Indramayu Jauh Dari Harapan (Foto.Red)

Tanganrakyat.id, Indramayu-Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu, Deden dr. Bonni Koswara mengatakan, sampai saat ini Kabupaten Indramayu masih berada di level merah dengan kewaspadaan 4 (berat).

Dengan status level merah, maka Kabupaten Indramayu menjadi salah satu daerah yang memperpanjang pelaksanaan PSBB sampai dengan tanggal 20-29 Mei 2020.

“Kita merujuk pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.274-Hukham/2020 tentang PSBB di Daerah Jawa Barat Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan Surat Keputusan Bupati Indramayu Nomor 338/Kep.120-BPBD/2020 tentang Perpanjangan PSBB,” tegas dr Deden Bonni Koswara,” Rabu (20/5/2020)

Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) O’ushj Dialambaqa mengatakan bahwa PSBB di Kabupaten Indramayu baiknya segera diperbaiki karena yang sedang berjalan saat ini tidak efektif (Foto. Red)

Lain halnya dengan Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) O’ushj Dialambaqa mengatakan bahwa PSBB di Kabupaten Indramayu baiknya segera diperbaiki karena yang sedang berjalan saat ini tidak efektif dalam mencegah penyebaran Covid-19, terbukti banyaknya aktivitas warga yang menganggap biasa saja tampa terpengaruh adanya wabah Covid-19.

“Menarik mendengarkan penjelasan Jubir Covid adalah bahwa PSBB diperpanjang hingga 19 Mei tetapi perpanjangan tersebut adalah hasil evaluasi dan penilaian propinsi bahwa Indramayu dikatakan sebagai zona merah. Padahal, seharusnya hal itu hasil evaluasi tim covid Indramayu yang lantas mengusulkan kepada Gubernur untuk PSBB diperpanjang. Maka PSBB yang kemarin telah gagal memutus mata rantai penyebaran covid. Dengan status Indramayu zona merah dan diperpanjang masa PSBBnya berarti secara statistik kasusnya meningkat dan yang meninggal juga meningkat. Nah ini harus ada evaluasi yang jujur sebab akibatnya karena ini juga menyangkut soal anggaran. Jangan sampai dengan covid banyak yang menari-nari di atas air mata corona,” ujar O’ushj Dialambaqa, Kamis (21/5/2020) atau lebih dikenal dengan nama PaK Oo.

O’ushj Dialambaqa Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) (Foto.Red)

Masih menurut Direktur PKSPD, secara informal sudah mengusulkan dan atau menyampaikan kepada Bappeda bahwa kita harus memulai refresh data dan bekerja berdasarkan basis data sehingga kebijakannya tidak menjadi kacau balau seperti sekarang karena semua data berbasis asumsi, termasuk data untuk yang terkena dampak, DTKSnya tidak valid, dan termasuk semua data. Salah seorang yang penting dalam Bappeda secara informal yang saya diskusikan itu sepakat dan setuju untuk memulai data dari nol lagi biar ke depannya kebijakan menjadi strategis dan tidak salah arah.

Dan yang lebih dengan langkah penyekatan jalan justru mengakibatkan adanya penumpukan kendaraan yang lalu lalang dan lalu lalang yang tidak pakai masker menjelang sore atau maghrib. Langkah penyekatan jalan justru menjadi potensi yang efektif penyebaran covid sehingga harus dihentikan.

Tadi pagi sekitar jam 10an di Pos jaga Bunderan Kijang juga  ada oknum Penegak hukum yang tidak pakai masker dan itu jelas memberi contoh yang buruk, belum lagi duduk bertiga tanpa mengindahkan physical distancing. Ya geli saja melihatnya.

“Sore tadi saya mendengar pengumuman yang dikumandang dari masjid dan mushola di perumahan Griya Ayu Singajaya bahwa telah disepati oleh MUI mulai malam ini dan seterusnya diperbolehkan untuk melaksanakan Taraweh dan Jumatan, tentu termasuk sholat Idul fitri dan lainnya. Nah jika seperti itu perlakuannya tanpa mempertimbangkan mana zona merah, kuning dan hijau, ya buat apa ada PSBB yang menelan 51 milyar lebih belum dari APBN untuk yang terkena dampak. Jika begitu, ya sudah buat apa diberlakukan PSBB,” ujar Oo, Kamis (21/5/2020) pukul 18: 08 WIB.

Ini menjadi rancu bahkan nyleneh, bikin geli saja. Ya sudah cabut saja status PSBBnya, jika ada banyak menelan korban toh itu sudah takdirnya mati.

Belum lagi persoalan banyaknya penyimpangan mengenai dana atau sembako yang diterima, seperti yang terjadi di desa Pabean Ilir yang disunat, dan itu yang ditangani PD BWI dengan paket beras, minyak, ikan kaleng, indikasinya “BWI jadi konglomerat, rakyat jadi melarat”, jadi menari-nari di atas air mata corona. Itu namanya sudah tidak waras lagi.

Maka PKSPD menyarankan:
1. Melakukan pemetaan zona dengan data yang valid dan akurasi data bisa dipertanggungjawabkan, tidak seperti sekarang.
2. Dengan pemetaan zona tersebut kita bisa melangkah lebih efektif dan efisien dari segi medis dan anggaran.
3. Untuk zona hijau, aktivitas apapun diperbolehkan seperi biasa sehingga tidak terjadi konflik dan protes. Zona kuning, sebagian aktivitas masyarakat tidak berjalan nornal. Ini harus dikomunikasikan dengan semua lapisan komponen mayarakat terutama kepada para kiyai, ustad dan ulama stempat sehingga tidak terjadi lagi miskomunikasi atau kesalahpahaman bersama.
4. Zona merah, menjadi aktivitas masyarakat yang tidak normal sama sekali. Resiko anggaran lebih besar untuk kebijakan ekonomi yang terdampak.
5. Agar menjadi efektif memutus mata rantai segera dilakukan test dengan PCR terutama pada semua warga yang berada di zona merah dan kuning.
6. Mengapa harus dengan PCR pada semua warga, baik di zona kuning maupun hijau apalagi merah, prilaku masyarakat yang tidak disiplin ini banyak. Artinya, mereka berdagang, belanja dan kumpul-kumpul lainnya. Jogja dan Surya Toserba sudah bagus punya kesadaran untuk melarang, siapa yang tidak pakai masker dilarang masuk, meski tidak jaminan untuk bebas covid termasuk untuk bercuci tangan, disemprot dan diukur temperatur badanya. Tetapi di tempat umum dan di pasar-pasar, siapa yang melarang atau jika tidak pakai masker maka tidak boleh masuk. Ya itu tidak ada.
Tanpa langkah itu kata O’ushj, itu namanya PSBB-PSBB-an, apalagi Presiden Jokowi dalam penjelasan resminya agar berkompromi dengan corona. Ya menuai olok-olok, inkonsistensi, ya kerena pemerintah tidak mampu menanggung resiko ekonomi untuk jaring pengaman sosial.

APBN-nya ludes. Jadi agar hidup bisa berdampingan dengan bencana wabah corona. Ya mana bisa itu wabah. Logika apa yang dibangun untuk untuk argumentasi itu. Lalu bagaimana di daerah, ya pasti kacau balau.
PKSPD, secara informal sudah mengusulkan dan atau menyampaikan kepada Bappeda bahwa kita harus memulai refresh data dan bekerja berdasarkan basis data sehingga kebijakannya tidak menjadi kacau balau seperti sekarang karena semua data berbasis asumsi. (KkP)

  • Bagikan

Comment