Presiden FSPPB: RUU Migas Harus Mengembalikan Kemandirian Pengelolaan Migas Nasional

  • Bagikan
Arie Gumilar Presiden FSPPB Saat Memberikan Keterangan Pers (Foto.Red)

Tanganrakyat.id, Jakarta-Untuk mengembalikan kemandirian pengelolaan migas nasional untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan amanah UUD 1945 pasal 33, FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu), bersama-sama dengan banyak pihak (ie. Para guru besar dan pengamat energi) sudah membuat kajian terkait Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas (RUU Migas), hal ini diungkapkan oleh Presiden Federasi Arie Gumilar.

“Saya dan tim telah melakukan kajian selama 2014 s/d. 2017 dalam kajian ada 5 (lima poin) yang kita perjuangkan pertama dalam konteks UU Migas secara menyeluruh, pengelolaan haruslah berorientasi menterjemahkan amanah konstitusi (UUD 1945 pasal 33) serta tata kelola migas yang berorientasi pada kepentingan nasional.

Kedua, dalam pengelolaan migas negara yang memiliki mineral right menyerahkan hak penguasaan (mining right) dan hak pengusahaan (economic right) migas dengan cara memberikan kuasa sacara utuh kepada satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Pertamina (Persero) yang 100 % sahamnya dimiliki negara.

Ketiga, Pertamina sebagai pemegang kuasa pengusahaan migas adalah sebuah BUMN dengan pengaturan khusus (lax specialis) dan terintegrasi secara menyeluruh dan hulu hingga hilir.

Keempat, pengaturan badan usaha hilir atas beban obligasi harus memikiki kualifikasi dukungan infrastruktur yang ditetapkan meliputi wilayah tertentu (remote)

Kelima, penetapan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) PSO ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan secara periodik keterjangkauan harga bagi konsumen,” tegas Arie Gumilar, Minggu (31/5/2020).

Selanjutnya Arie Gumilar juga memaparkan bahwa Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2021 sudah banyak mengalami Judicial Review (JR) dan sudah banyak pasal-pasalnya yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusannya Nomor 36 tanggal 13 Nov 2012, karena tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau bertentangan dengan semangat amanah UUD 1945 terutama pasal 33.

Termasuk di dalamnya adalah pembubaran BP Migas. Dampak BP Migas dibubarkan adalah dibentuklah satuan kerja khusus yang sifatnya sementara sampai dengan UU Migas yang baru diundangkan.

Arie menekankan perlunya pemikiran pengelolaan migas nasional ke depannya.Pada saat masa bakti DPR periode 2014 -2019, sebenarnya UU Migas sudah menjadi Prolegnas. Tapi sampai akhir masa baktinya, RUU Migas belum juga di sahkan menjadi UU.

Sedangkan di periode sekarang tahun 2019 – 2024, RUU Migas yang merupakan amanah dari Ketetapan Keputusan MK dalam sidang Judicial Review tahun 2012, hilang dari RUU Prolegnas. Serta kami perhatikan tiba-tiba, RUU Migas ini masuk kedalam OmniBus Law.

Kita sangat berharap kedepan pengelolaan Migas di Indonesia harus lebih baik dan betul-betul untuk kesejahteraan rakyat. (Red)

  • Bagikan

Comment