Tanganrakyat.id, Cirebon-Pasca KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menetapkan tersangka Anggota DPRD Jawa Barat, Abdul Rozak Muslim yang diduga melakukan korupsi dalam pengaturan proyek di Kabupaten Indramayu bersumber dari Bantuan Pemprov Jabar.
Dari pengembangan kasus Abdul Rozak Muslim diduga melibatkan para pejabat dilingkungan Dinas PUPR, Dinas Kimpraswil, Pengendalian Program Setda dan pejabat penting eselon II dilingkungan Pemkab Indramayu, termasuk beberapa kontraktor.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, mengungkapkan, pemeriksaan hari pertama Selasa,(24/11/2020) dilakukan KPK untuk pendalaman terhadap para saksi pasca penetapan tersangka dan penahanan anggota DPRD Jawa Barat, Abdul Rozak Muslim (ARM) yang diduga menerima suap senilai Rp8,5 miliar.
“Pemeriksaan saksi untuk tersangka Abdul Rozak Muslim dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu tahun 2019,” ujar Fikri kepada media.
Pada hari pertama, KPK telah memanggil enam saksi yang diperiksa diantaranya Sekda Kabupaten Indramayu Rinto Waluyo, Ketua Tim Pengelolaan Layanan Pengadaan Barang/Jasa dan LPSE Kabupaten Indramayu TA 2019, Anggoro Purnomo dan Ketua Pokja Pemilihan Anton Sinugroho.
Penyidik juga memeriksa Ketua Pokja LPSE (Helpdesk/Trainer) Pudji Astuti, Kabid Tata Bangunan Dinas PUPR Kabupaten Indramayu, Yudi Suswanto Krisnawan serta PPTK Rehabilitasi Jalan (APBD) dan PPTK Rehab Jalan Kabupaten Banprov 2019, Suherman.
“Para saksi tersebut didalami pengetahuannya terkait dengan proses dan mekanisme pengajuan untuk mendapatkan dana bantuan provinsi dan realisasinya,” ujarnya.
Ia menyatakan, satu saksi lain yang seharusnya diperikaa yakni Fery Mulyadi seorang PNS/Staf Bidang Jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Indramayu, tidak hadir dan dilakukan penjadwalan ulang.
Terkait desakan pengusutan secara tuntas atas kasus korupsi di Indramayu, menurut Fikri, pihaknya sangat memahami harapan masyarakat. Hanya saja, KPK dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka itu bukan karena desakan ataupun permintaan pihak tertentu.
“Sebagai penegak hukum, KPK tentu harus bekerja atas dasar hukum yang berlaku sehingga dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dasarnya adalah adanya kecukupan alat bukti,” ujar Fikri.
Sedangakan Ushj Dialambaga Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) dan pemerhati masalah sosial mengatakan “Parah Oknum Pejabat Indramayu dalam lingkaran korupsi akut, keakutan atau kekronisan tetsebut karena, pertama korupsi yang terjadi dilakukan secara berjamaah, sistematik, terstruktur sekaligus masif sehingga BPK tidak pernah menjadi temuan indikasi korupsi yang berdasarkan UU Tentang BPK harus atau berkewajiban merekomendasikan ke APH. BPK saja menutup mata apalagi Inspektorat dengan APIP dan P2UPDnya yang mentalitasnya jauh lebih bobrok dari auditor BPK dan keilmuan audit dan akuntingnya jauh lebih buruk, jadi bagaimana mungkin auditor Inspektorat bisa profesional.
“Saat mengaudit, rokok dan kopi saja tanpa malu-malu minta ke obyek yang diperiksa, tidak mempunyai etika sama sekali. Kedua, korupsi sudah berjalan secara masif, terstruktur dan sistemik sejak almarhum Bupati Yance hingga sekarang, terutama jual beli proyek yang amat sangat terbuka joroknya dan jual beli jabatan juga sama terbukanya dan sama joroknya. Belum lagi pada tingkat Kasi, Kabid hingga Kadis. Begitu juga para legislator berebut korupsi dan minta jatah proyek, minimal proyek juksung,” tegas Ushj Dialambaqa, Kamis (25/11/2020) atau yang lebih di kenal dengan nama Pak Oo.
Kita berharap KPK sungguh-sungguh serius untuk menuntaskan kasus OTT dengan melakukan pengembangan penyidikan perkara yang serius bahkan KPK juga harus melakukan penyidikan porensik pembuktian terbalik, karena mereka-mereka yang terjerat sudah berjalan bertahun-tahun. Jadi tidak hanya terjadi pada peristiwa OTT 15 Oktober 2019 saja sehingga bisa menjerat jauh lebih banyak seperti yang PKSPD katakan berkaki-kali dalam analisis data dan kajian korupsinya yang minimal bisa mensukamiskinkan 22 orang yang terdiri dari bupati, pejabat, anggota Dewan, pemborong dan APH yang menerima uang semir atau ATM dari adanya jual beli proyek yang bertahun-tahun itu karena fakta formil atau hukun formil dan materialnya jelas terungkap dalam fakta persidangan dan hasil BAP KPK juga sudah cukup jelas bisa dijadikan alat bukti permulaan untuk bisa menjerat lebih dari 22 tersangka.
Baca juga:Buku Sakti Pengusaha Carsa, Berisi Jaringan Korupsi Indramayu
Memang ada praktik kelemahan hukum di kita yang dilakukan APH yaitu bertumpu pada fakta atau hukum formil saja padahal secara kebenaran material sudah lebih dari cukup tetapi formilnya (hitam putihnya) tak bisa dilacak sehingga banyak para koruptor yang lolos dari jeratan hukum.
Oleh karena itu, PKSD berharap KPK serius menuntaskan kasus OTT sebagai pintu masuk untuk membongkar gurita korupsi sehingga setelah ARM, PKSPD yakin akan ada lagi tersangka baru muncul satu persatu, jika KPK tidak melokalisir penyidikannya. (KkP)
Comment