Pembangkangan Sekolah Terhadap SE Gubernur Jabar  Tentang Studi Wisata Sekolah

  • Bagikan
Pembangkangan Sekolah Terhadap SE Gubernur Jabar  Tentang Studi Wisata Sekolah (Foto: Red)

Tanganrakyat.id, Indramayu – Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat mengeluarkan Surat Edaran untuk seluruh sekolah dari mulai jenjang SD, SMP, SMA dan SMK untuk tidak melakukan studi banding atau wisata ke luar Jawa barat.

Ridwan Kamil meminta kepada seluruh civitas sekolah untuk memanfaatkan studi banding dan wisata ke obyek obyek wisata yang ada di Jawa Barat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kembali ekonomi masyarakat di daerah wisata paska wabah covid 19.

Himbauan dari orang nomor satu di Jawa Barat tersebut seolah tidak dihiraukan oleh seluruh sekolah di lingkungan SMA dan SMK yang ada di kabupaten Indramayu dengan beragam dalih dan alasan sepertisudah memegang surat ijin dari Kepala Cabang Dinas (KCD) hingga pengurusan dengan pihak travel yang tidak dapat dibatalkan.

Informasi yang diperoleh media menyebutkan, pada Minggu (14/5) lusa, guru guru dan kepala sekolah SMAN 1 Sindang akan berlibur ke kota Yogyakarta selama dua hari. Dan pada akhir bulan Mei ini juga, SMAN 1 Sindang akan melakukan studi banding ke Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Gajahmada Yogyakarta dengan membawa 300 siswa kelas 11.

Informasi juga diterima media, SMAN 1 Indramayu akan melakukan wisata ke Taman Nasional Gunung Bromo, dan tempat wisata yang ada di kota Batu Malang. Termasuk SMK Negeri 1 Sindang akan melakukan perjalanan wisata keluar Jawa Barat.

Pihak sekolah berdalih, edaran gubernur Jawa Barat tersebut terlambat dimana pihak sekolah sudah jauh jauh hari memesan akomodasi, dan hal hal yang berkaitan dengan studi banding dengan pihak biro perjalanan wisata. Pihak sekolahpun mengaku sudah memegang surat ijin dari Kepala Cabang Dinas (KCD) SMA untuk wilayah Majalengka dan indramayu, Ibu Dewi.

Ushj Dialambaqa atau lebih dikenal dengan nama Pak Oo Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) dan juga pengamat sosial menanggapi hal tersebut memaparkan bahwa, SE Gubernur Jabar melarang sekolah-sekolah di Jabar untuk studi wisata ke luar dari wilayah Jabar, tidak bisa dijadikan landasan kepatuhan atas “Surat Edaran” tersebut secara konstitusional.

Argumen GubernurJabar dalam SE tersebut tidak berbasis konstitusi dan Ke-Bhineka Tunggal Ika-an, tetapi berbasis primordialiame buta, sehingga argumentasinya menjadi berantakan.

SE sehsrusnya berbasis konstitusi argumentasinya, sehingga konkret, yaitu di masa pandemi dan masih diberlakukannya prokes dan PPKM, maka semua sekolah dilarang studi wisata. Itu konkret.

Tidak ada alasan Gubernur untuk melarang, karena itu semua masih NKRI, terkecuali ke luar negeri, itupun sekedar menghimbau, sekalipun alasan membangkitkan pertumbuhan ekonomi lokal atau daerahnya.

Pertanyaannya, apakah kita atau siswa yang sudah tahu atau pernah berkali-kali ke wisata Ciater  Lembang atau Tanggubanprahu  itu masih harus ke wisata itu lagi, sudah bosan mungkin. Apakah siswa tidak boleh ingin tahu atau ingin melihat tempat wisata di luar Jabar? Nah, itu sungguh naif, dan menjadi berantakan logika dan akal warasnya.

Sekalipun kita paham bahwa pandemi, prokes dan PPKM masih terus dijadikan proyek. Begitu juga dengan studi wisata juga merupakan proyek sekolah untuk mengeksploitasi orang tua siswa.

Studi wisata itu kosa kata manipulatif sekolah atas nama pendidikan. Yang namanya studi itu kepentingan ilmiah dan argumentasinya ilmiah juga. Ini mau jalan-jalan atau piknik atau rekreasi dimanipulasi dengan topeng ilmiah, maka namanya harus pakai topeng studi wisata.  Itu soalnya.

Jika siswa studi wisatanya makin jauh dan menginap di luar daerah sehari atau dua hari  proyek itu justru makin menggairahkan karena akan dapat fee dari tempat penginapan, fee dari jasa armada bus, aras iris biaya wisata seperti dihitung biaya parkir, biaya obat obatan (P3K)  Kaos dan seterusnya yang harus ditanggung per siswanya. Padahal, kadang kaos itu bonus dari jasa bus armadanya.

Lantas bagaimana dengan Guru Pejuang atau Pejuang Guru? Mengapa diam dan berpangku tangan melihat sikon proyek studi wisata, tentu publik harus mengatakannya karena dapat kue manis dr proyek wisata sekolah. Itu juga salah satu soalnya.

Lantas bagaimana dengan Dewan Pendidikan Kabupaten Indramayu? Lembaga itu ada dengan beban APBD tapi tiada fungsi dan gunanya bagi kemajuan pendidikan dan intelektualitas akademik karena dihuni oleh para penghamba kekuasaan dan atau dihuni oleh para intelektual vampire. Itu juga soalnya.

Baca jugaPlt. Kadisdik Indramayu Menjilat Ludahnya Sendiri

Jadi sekali lagi, SE Gubernur tersebut anggap ada tapi tiada karena tidak berbasis konstitusi argumennya. Jadi jika itu ada pembangkangan dari sekolah juga tidak bisa dikenakan sanksi. Wong dikita itu sudah tidak tahu diri. Tidak tahu malu dan tidak punya kemaluan, dan itu dipertontonkan oleh para pemimpin kita diberbagai level, termasuk dalam dunia pendidikan. (K.Spd-19497)

  • Bagikan

Comment