Tanganrakyat.id, Indramayu – Anggota Partai Golkar Hj. Kursiah yang juga menjadi anggota DPRD Kabupaten Indramayu Jawa barat periode 2019 – 2024 diduga dipecat dari anggota DPRD.
Hj. Kursiah (54) yang tinggal di Desa Kebulen Kecamatan Jatibarang Kabupaten Indramayu Jawa Barat, tidak menyangka saat mengikuti rapat paripurna Penyampaian Nota Pendapat Badan Anggaran terhadap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2022 pada Senin pada 26 September 2022 yang lalu dirinya malah dipecat.
Sedangkan Hj. Kursiah atas pemberhentian dirinya tidak terima karena dinilai secara sepihak tidak ada pemberitahuan sebelumnya seperti SP 1 SP 2 ataupun SP 3, iyapun mengakui kalau jarang berangkat karena sakit. Ya tapi jangan semena-mena gitulah, saya juga manusia punya harga diri.
Melalui kuasa hukum, Syamsudin, S.H., Rona Diana,S.H., MH., Novi Handayani, S.H., Aditya Firmansyah, SPd, S.H., Hendra Irvan Helmy,S.H., R. Ganjar Tirta Pramahyaya, S.H., M.H., akan minta klarifikasi kepada Ketua Dewan Haji Syaefudin. S.H, dan minta salinan surat keputusan pemberhentian dari Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Indramayu Jawa Barat, apa alasan klien kami diberhentikan secara mendadak.
Hendra Irvan Helmy,S.H salahsatu kuasa hukum Hj. Kursiah menyebutkan pemberhentian ini akan kita analisa setelah mendapatkan bukti surat dari Badan Kehormatan DPRD apa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau tidak, kalau sekarang terkesan diberhentikan secara mendadak. Ini sangat kita sayangkan dimana hati nurani wakil rakyat, dimana diketahui Hj.Kursiah dalam keadaan sakit malah dipecat.
Aditya Firmansyah, S.Pd, S.H menambahkan Pada tanggal 27 September 2022 yang lalu, Kami (Adit, Hendra, Ganjar & Rona) selaku kuasa hukum bersama Haji Tarkani selaku suami dari Hj. Kursiah mendatangi DPRD Kabupaten Indramayu untuk meminta putusan Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Indramayu.
“Tapi sayang tidak bisa menemui Ketua Dewan dan anggota BK dengan alasan reses. Kemudian kami mendatangi bagian reses untuk menanyakan surat tersebut, tapi katanya surat tersebut belum di TTD BK dengan alasan reses. Seharusnya meskipun adanya reses tapi untuk urusan administrasi sudah ada PNS di Sekretariat DPRD sehingga tidak ada alasan surat itu tidak ada,” ujar Aditya Firmansyah, S.Pd, S.H, Selasa (04 Oktober 2022).
Lanjut Adity, sebagai anggota dewan klien kami pun punya hak untuk membela diri dan surat pemberhentian pun harusnya diberikan pada klien kami karena itu adalah hak nya.
“Kami menilai ada kejanggalan proses pemberhentian tersebut. Oleh karena itu akan ada upaya hukum lainnya dari klien kami,” ucapnya.
Lain halnya dengan Badan kehormatan DPRD dari Partai Demokrat Sandi Jaya Pasha, saat dihubungi melalui selularnya mengajak bertemu di Kantor BK aja sedangkan Ketua DPRD Kabupaten Indramayu Jawa Barat Haji Syaefudin,S.H., yang notabene juga sebagai Ketua Golkar Indramayu
saat diminta konfirmasi melalui selularnya, sampai berita ini diterbitkan belum memberikan statementnya. Selasa (04 Oktober 2022) belum ada konfirmasi.
Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) O’ushj.dialambaqa, menanggapi hal tersebut mengatakan sangat sulit untuk kita bisa menguji kebenaran pemecatan anggota Dewan dari Golkar yang bernana Kursiah, apakah MKD sudah berdasarkan sidang etik yang obyektif atau hal yang subyektif. Ini lantaran media tidak mendapatkan kejelasan apa yg terjadi sesungguhnya. Begitu juga dari para pengacara Kursiah yang mau berupaya hukum atas kliennya tersebut.
Untuk itu, hanya analisis spekulatif yang kita bisa coba katakan atas pemecatan tersebut.
Jika MKD memang mempunyai alasan obyektif untuk mengambil sanksi berat berupa pemecatan atas Kursiah dari Fraksi Golkar dari kursi Dewan, itu patut diacungkan jembol, karena dalam sejarah MKD di Kabupaten Indramayu baru kali ini terjadi, dan itu suatu keberanian.
Jika alasan pemecatan itu tidak cukup argumentatif UU, misalnya, karena sering sakit dan mangkir pada paripurna yang ada batas minimal mangkirnya dan itu tidak terpenuhi, maka menjadi persoalan. Artinya, jika 3 kali masa paripurna lantas anggota Dewan mangkir, maka bisa dijatuhi pemecatan setelah melalui mekanisme sidang etik MKD.
Persoalannya, apakah benar hanya Kursiah saja yang suka mangkir sidang papripurna yang hukumnya wajib dihadiri oleh anggota Dewan? Debatible itu tentu juga jika mangkirnya tidak berturut – turut dalam masa sidang paripurna selama setahun.
Jika UU dimaknai 3 kali berturut-turut mangkir dalam paripurna, itu juga yang bisa disoal dalam logika dan akal waras.
Lantas,apakah mangkir dalam paripurna itu suatu hal spesifikasi anggota Dewan itu untuk bisa dipecat? Apa bedanya bobotnya jika anggota Dewan.melakukan perbuatan yang sangat tercela, .misalnya, adanya transaksional dalam permainan proyek Pokir alias jual beli proyek dan atau gratifikasi proyek, apakah itu tidak bisa dipecat? Hal lainnya juga tentu masih banyak dalam banyak hal.
Pemecatan terhadap anggota Dewan Kursiah di satu sisi adalah tepat dan sangat luar biasa jika memenuhi unsur obyektif etik seperti yang dimaksudkan dalam UU, tetapi di sisi lain, ambiguitas, menganggap permainan proyek (baca: perkorupsian) yang jelas-jelas memenuhi unsur, minimal untuk pasal 12 UU Tipikor, ini justru dianggap hal biasa, tidak melanggar etik berat. Jadi lucu dan menggelikan, bukan?
Atau studi kasus lainnya, jika Hak Interpelasi tempo hari berakhir dengan drama politik Harimau Harimau Sirkus, apakah itu anggota Dewan tidak melanggar etik berat apalagi kemudian itu dianggap Anjing Menggonggong Kafilah Tetap Berlari Kencang, kemudian untuk menindaklanjuti Hak Angket dan Hak Pemakzulan lantas mogok sapi tanpa argumentasi yang jelas terhadap publik sebagai pemegang kedaulatan.
Hal lainnya, kita bisa contohkan juga, apakah jika anggota Dewan membiarkan diri dan atau melakukan pembiaran atas pelanggaran Sumpah Jabatan Bupati, lantas Bupati tidak pernah dilakukan teguran atau peringatan keras atas pelanggaran tersebut lantas itu bisa dikatakan tidak melanggar etik berat bagi anggota Dewan yang berdiam diri itu, contohnya, Merahnisasi Jembatan, Gedung dan Kantor atau Aset Negara, Daerah. Jelas merahnisasi tersebut merugikan keuangan negara, adanya kerugian keuangan negara. Itu hal yg konkret.
Tidak saja Bupati melanggar Sumpah Jabatan tetapi juga persoakan adanya conflic of intetest, dan kemudian anggota Dewan tak bergeming alias berada dalam Ketiak Bupati; hegemoni kekuasaan Bupati sedemikian rupa bisa mencengkram 50 anggota Dewan, padahal menurut UU ke-50 anggota Dewan itu adalah wakil dari rakyat, bukan perwakilan dari parpol.
Pada persoalan lainnya, mengapa MKD menutup pintu untuk memberikan penjelasan kepada media atas pemecatan anggota Dewan Kursiah tersbut, ada apa? Apakah ada relasinya, dimana Tarkani suami dari Kursiah, jika tak salah adalah Ketua Aksi (Asisosiasi Kuwu) yang kemudian menjadi barisan dari kubu atau faksi Merah, yang seharusnya netral. Itu semua kemudian.hanya menjadi spekulasi bacaan publik atas apa yang sesungguhnya terjadi.
Baca juga :
DPRD Kabupaten Indramayu Menyetujui Raperda Perubahan APBD Kabupaten Indramayu Anggaran 2022
Hal lainnya, jika benar karena sering sakit-sakitan lantas mangkir, jika hal itu yang terjadi, mengapa pula Kursiah tidak mengundurkan diri karena atas alasan ketidakmampuan kesehatannya? Mengapa itu bukan menjadi pilihannya? Ataukah lantaran yang bersangkutan tidak tahu diri, tidak tahu malu, dan tidak punya kemaluan untuk makan gaji buta dengan modal 5D (datang, duduk, diam, dengar dan duit) saja, dimana status sosialnya menjadi anggota Dewan masih bisa untuk jualan kepentingan atau sebagai harga diri atau martabat dalam status sosial. Itu problemnya.
Comment