Melanggar Regulasi Kominfo dalam Bimtek Peningkatan Kapasitas Peran Media

  • Bagikan
Harapkan Peran Media Berkualitas Diskominfo Indramayu Gelar Peningkatan Kapasitas Peran Media (Foto : Red)

Tanganrakyat.id , Indramayu – Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu Jawa Barat melalui Diskominfo diduga  menghabiskan anggaran sebesar Rp. 117 juta dengan dalih  peningkatan kapasitas peran media di Kabupaten Indramayu tahun 2023 yang dilaksanakan di Yogjakarta dari 24 – 26 November 2023.

Sangat Ironis anggaran begitu besar, hanya untuk kegiatan luar kota, wartawan memang dituntut untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kualitas hasil kerjanya. Alangkah baiknya dana itu kalau memang untuk  meningkatkan kapasitas media dan kualitas jurnalisme wartawan agar tepat sasaran bisa untuk sertifikasi seluruh wartawan di Indramayu dengan system berjenjang, sehingga memperoleh sertifikasi wartawan muda, wartawan madya, dan wartawan utama.

Manfaat yang diperoleh, kualitas wartawan makin menjamin terhadap kredibilitas, kapasitas media, dan reputasi media sehingga wartawan semakin berkualitas dalam menjalankan liputan.

Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) Foto : Red

Sementara itu Pengamat sosial dan juga Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) 0’ushj.dialambaqa menanggapi hal tersebut mengatakan, bukan Indramayu namanya jika tidak ngawur -ngawur bayangkan saja kebijakan bupati yang ngawur diguyubi para awak media-para wartawan dan atau para wartawan bersuka ria dirangkul dalam kengawuran “kebijakan” bisakah kita yang masih punya logika dan akal waras lantas bilang ya tak masalah, itu baik-baik saja. Itu namanya sableng.

“Jika jawaban para awak media dan para wartawan seperti itu namanya bukan saja ngawur tapi otaknya blong, dengkulnya yang ngomong, karena regulasinya jelas, itu melanggar. Jika media dan para wartawan tidak tahu aturan dan atau tidak mau tahu, yang penting bisa happy, ini namanya bukan ngawur lagi tapi sudah keblinger dalam kedunguan,” ucap 0’ushj.dialambaqa atau yang lebih dikenal dengan nama Pak Oo, Minggu (26/11/2023).

Lebih Lanjut Pak Oo, menyebutkan mari kita mulai dari sisi anggaran Kominfo dalam kegiatan tersebut dengan tema “Peningkatan Kapasitas Peran Media Massa”. Jika premisnya itu, kok yang dibimtek para wartawan. Ini saja sudah ngawur.

Seharusnya adalah para owner media massa, karena wartawan itu bekerja pada pemilik media massa, kebijakan pemberitaannya sangat bergantung pada pemilik media, bukan pada wartawannya. Wartawan tidak punya otoritas pemberitaan. Pemilik media yang mengendalikan pemberitaan, mau bersekutu dengan pemberitaan rezim penguasa yang ngawur- ngawur atau bobrok, sehingga wartawannya hanya menunggu rilis dari penguasa dengan kaki tangannya dibentuk pokja – Pokja yang dikomandani oleh wartawan juga yang tentu wartawan yang bisa jilat, nyemir atau melacur.

“Aneh bin ajaib, bupati masih waswas dengan media lokal dan para wartawan di Indramayu, padahal publik tahu dan paham betul bahwa ×/- 99%nya sudah menjadi media atau wartawan pemuja kekuasaan dan atau penghamba kekuasaan untuk melakukan pemberitaan yang post truth, hoax yang diproduksi rezim penguasa daerah.

Alasan apalagi yang menjadi kekhawatiran bupati dengan membuat anggaran kegiatan yang melanggar peraturan perundang- undangan. Media dan wartawawannya sudah begitu sangat jinak dengan kekuasaan, sudah lumpuh dalam independensi, sudah lumpuh dalam mengemban amanat idealisme jurnalis/media, sudah lumpuh oleh kepentingan perutnya untuk menghidupi anak istri. Media dan para wartawannya sudah berlutut pada kekuasaan dalam pemberitaannya, sehingga tega dan rela mengkhianati missi jurnalis sebagai watch-dog dalam pemerintahan yang koruptif, kebijakan yang koruptif. Seharusnya media dan para jurnalis berdiri paling depan, tidak saja sebagai pilar demokrasi tapi mengawal kebijakan publik untuk kepentingan sosial publik. Bukan beramai – ramai seia sekata dengan kebobrokan dan kengawuran,” tambah Pak Oo.

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri (Foto : Red)

Lanjut Pak Oo, hanya satu dua saja pemilik media dan wartawannya yang tahu dan mengerti apa itu media, apa itu wartawan, apa itu peran dan fungsinya, apa itu 5W1H, karena itu berita rilis dari penguasa tok. Apalagi mau mengerti apa itu filosofi media dan jurnalis, yang penting punya kartu pers; APH takut, masyarakat bisa ditakut-takuti dan para pejabat korupsi sangat takut dengan kartu pers, akhirnya semua bisa dilobikan dengan prinsip demi perut masing-masing bisa terjaga. Model operandi pemberitaannya macam-macam bisa adventorial, bisa pasang iklan yang sangat vulgar karena SKPD untuk banyak kegiatan promosi yang tidak relevan dan tidak ada korelasinya dengan SKPD tersebut dan yang ngawur-ngawur keblinger demi politik mersusuar bupati dan politik pencitraan bupati. Namanya juga tukang semir, media dan wartawannya tukang SALON. Bersenyawalah. Nyekrup.

Problem media juga ini disebabkan oleh UKW yang tidak bermutu, sehingga menghasilkan wartawan tegak lurus versi rezim penguasa. Dewan Pers menutup mata problematika di lapangannya, karena dengan mudah bisa menjadi wartawan yang lulus mengantongi UKW, padahal kemampuan intelektual akademiknya sebagai wartawanan jauh dan sangat berantakan dalam logika maupun nalar akademiknya. Itu soalnya.

Jika BPK tidak berlutut pada Bupati, pastilah acara kegiatan di Jogja dengan tema meningkatkan kapasitas peran media massa dengan menelan APBD ratusan juta, dan acara peningkatan kapasitas pemerintahan desa yang digelar bersamaan dengan para wartawan dan tempat sama-sama di  Hotel di Jogja, pastilah dan seharusnya menjadi temuan BPK.

Begitu juga jika APHnya tidak berlutut pada Bupati, dua acara yang digelar tersebut seharusnya ditindak lanjuti proses hukum, karena unsurnya jelas mengandung TIPIKOR. Bimtek Kuwu menelan APBD Rp 800 juta lebih. Bayangkan.

“Meski publik tidak bisa berharap, karena semuanya sudah lumpuh tak berdaya berhadapan dengan keperkasaan rezim penguasa. Dewan apalagi sudah menjadi Harimau – Harimau Sirkus di tengah kematian civil siciety publik intelektual akademik. Tinggal civil socety yang berada di grup-grup WA mengumbar gede-gedean omong-omong kosong semata. Miskin ide, miskin sikap dan tindakan, dan miskin imaji liar melihat sikon sosial politik didaerahnya sendiri. Apa hendak dikata jika Kodok Sudah Menjadi Ular Piton. Itulah takdir sosial Indramayu,” pungkas Oo.

Baca juga :

Kang Supardi, Wartawan Muda Penuh Berkah

Secara terpisah Pengacara Hendra , SH. menyampaikan jangan sampai hanya sebagai kegiatan seremonial tanpa membahas substansi kegiatan dan manfaat yang diperoleh wartawan itu apa? Pemberitaan pemerintah daerah juga perlu menunjukkan kinerja nyata, dan juga aktif merespons aduan dari masyarakat, jangan beritanya yang bagus-bagus saja sedangkan aduan masyarakat tidak digubris.

Pengacara Hendra, SH (Foto : Istimewa)

“Sebagai pilar demokrasi media harus obyektif dalam pemberitaan dan dengan adanya kegiatan – kegiatan di Pemda jangan sampai melunturkan semangat kontrol sosialnya ataupun tergadaikan, sehingga bisa menciderai pilar demokrasi, berikan kabar ke publik yang berimbang, apalagi ini menjelang tahun politik sehingga masyarakat perlu adanya informasi yang transparan,” ucap Pengacara Hendra.

Baca juga :

Melawan Lupa Tragedi Kemanusiaan Percobaan Pembunuhan Direktur PKSPD

Lain halnya dengan salahsatu wartawan berisial TN , enggan memberi komentar dikarenakan belum tau ouput dari kegiatan tersebut apa, apakah dengan kegiatan tersebut pemberitaan terus berimbang atau malah condong kekuasaan mengingat sebentar lagi memasuki tahun politik dan yang penting jangan sampailah ada oknum yang menggunakan “Politik Belah Bambu” di kalangan media, biarlah media berkarya sebagai kontrol sosial.

Penulis: Tabroni, SHEditor: Deni
  • Bagikan

Comment