Dari Hutan Kalimantan ke Markas PBB: Kisah Aat Surya Safaat, Wartawan Senior yang Tak Sepelekan Doa

  • Bagikan
Aat Surya Safaat bersama mantan Menlu Amerika yang juga Peraih Nobel Perdamaian, Henry Kissinger. New York, 1994 (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta, tanganrakyat.id  – Perjalanan hidup kerap tak terduga, dan kisah Aat Surya Safaat adalah bukti nyata. Siapa sangka, seorang lulusan Hubungan Internasional yang awalnya bercita-cita berkarier di bidang diplomatik, justru mengawali kiprahnya sebagai “wartawan hutan dan sawah,” hingga akhirnya berkantor di Markas Besar PBB, New York.

Kisah Aat, Direktur Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), menjadi inspirasi bahwa doa, kegigihan, dan jaringan adalah kunci menggapai impian.

Berawal dari Dunia Tulis-Menulis
Sejak bangku kuliah HI di FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) pada era 80-an, Aat sudah akrab dengan dunia tulis-menulis. Karyanya dimuat di harian lokal seperti Memorandum dan Surabaya Post. Setelah lulus pada 1986, panggilan kerja tak kunjung datang. Ia tak menyerah, terus mengasah kemampuan menulisnya, bahkan rutin mengirimkan tulisan ke Pikiran Rakyat Bandung.

Kesabaran Aat berbuah manis. Dari 200 pelamar, ia menjadi salah satu dari 18 orang yang diterima di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Setelah enam bulan pendidikan di Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara (LPJA), Aat lulus dengan predikat terbaik.

Meski awalnya berharap meliput isu internasional, Aat ditempatkan sebagai wartawan pertanian dan kehutanan. Awalnya menolak, ia kemudian menerima dan justru membuka jaringan luas. Ia berkesempatan berkeliling hampir seluruh provinsi di Indonesia bersama Menteri Kehutanan (Menhut) Hasjrul Harahap.

Bahkan, ada cerita unik saat Aat sempat membuat heboh Kementerian Kehutanan. Ditugaskan meliput keberhasilan penanaman Hutan Tanaman Industri (HTI) di Danau Toba, Sumatera Utara, Aat justru mengimbangi dengan liputan kebakaran hutan yang tak jauh dari lokasi.

Hasil liputannya yang menyoroti sisi “berita buruk” rupanya lebih banyak diambil media pelanggan Antara, membuat Menhut Hasjrul Harahap sempat kecewa. Namun, sang menteri akhirnya memahami adagium “bad news is a good news” yang dipegang teguh wartawan.

Meski larut dalam dunia “hutan dan sawah,” impian Aat untuk menjadi wartawan internasional tak pernah padam. Ia selalu memanjatkan doa agar suatu hari bisa ditugaskan sebagai Kepala Perwakilan Kantor Berita Antara di New York.

Dan doanya terkabul! Pada 1993, Aat berangkat ke Amerika Serikat, bertugas meliput agenda persidangan di Markas Besar PBB New York serta hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat hingga tahun 1998. Ia bahkan menjadi anggota Asosiasi Koresponden PBB (UNCA) dan New York Foreign Press Center. Dari sinilah ia berkesempatan bertemu tokoh-tokoh besar seperti Presiden Amerika, Sekjen PBB, dan bahkan akrab dengan Menlu RI Ali Alatas.

Jaringan dan Rasa Syukur sebagai Kunci
Saat ini, Aat aktif di berbagai media nasional dan lokal, serta menjadi Direktur UKW PWI. Ia juga sering mengisi workshop “Creative Writing” dan “Public Speaking.”

Aat Surya Safaat memberikan pesan penting dari perjalanannya: “Kunci dari semua itu adalah, jangan sepelekan kekuatan doa! Kemudian, bangun dan rawat jejaring atau silaturahmi sebagai modal serta terus berusaha menjadi insan yang pandai bersyukur dan memiliki gagasan atau cita-cita besar.”

Baca juga:

Aat Surya Safaat, Pemuda Desa Yang Bertemu Dengan Tokoh-tokoh Dunia

Kisah Aat adalah pengingat bahwa ketekunan, kemampuan beradaptasi, dan keyakinan pada kekuatan doa bisa membuka jalan menuju impian yang tak terbayangkan.

Penulis: Kang Supardi
  • Bagikan

Comment