Miris RSUD Indramayu Sebagai Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Kehabisan Alkes Dan APD

  • Bagikan
Miris RSUD Indramayu Sebagai Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Kehabisan Alkes Dan APD (Foto.Red)

Tanganrakyat.id, Indramayu-Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu sebagai Rumah Sakit Rujukan Covid-19 mulai kehabisan Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Kesehatan.Ini diungkapkan oleh Dr Deden Bonni Koswara Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu, Sabtu (4/4/2020).

“Sebagai Rumah sakit rujukan wabah virus Covid-19 RSUD Indramayu saat ini mengalami keterbatasan APD dan Alkes sedangkan pasien terus bertambah, kami saat ini hanya menggunakan Masker Kain, Jas Hujan miris memang tapi mau gemana lagi sedangkan pasien tetap kita layani, ” ujar dr Deden.

Lanjut Deden tentu ini sangat miris mengingat tim medis yang bersentuhan langsung dengan Pasien untuk APD dan Alkes sangat terbatas sedangkan kita sebagai ujung tombak tangkal Covid-19.

Dirinya akan meminta pemerintah Provinsi jawa barat maupun Kementerian Kesehatan segera pengadaan APD yang sekarang tengah menjadi permasalahan dunia khususnya di Indonesia.

Sedang ditempat terpisah O’ushj Dialambaqa Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) memaparkan, Tempo hari di fokus pantura diceritakan keterharuan Kadinkes/Jubir dr. Deden Bono Koswara sampai meneteskan air mata karena tim medisnya mendatangi pasien yang sesak napas di Karticala tanpa ADP dan atau tanpa apapun melindung diri; maskerpun tidak. Itukah aneh dan lelucon Kadinkes saja supaya terkesan amat peduli dan tanggap.

“Tim medis harusnya paham dan tahu betul apa yang harus dipakai untuk melindungi dirinya apalagi pasien di Karticala itu menelpon dengan pengakuan dirinya sesak napas. Ya minimal pakai masker. Jikapun masker belum disediakan negara ya untuk kepentingan keselamatan dirinya sebagai garda depan tentu logika dan akal warasnya mengatakan pada dirinya ya harus pakai ADP jika belum ada jatah negara, ya pakai yang lain kepunyaan dirinya.

“Jadi apa yang diceritakan dr. Deden itu tidak logis dan terlampau konyol dan dagelan. Kita yang bukan orang medis jadi geli jika para medisnya begitu karena peristiwanya bukan spontanitas dan terus di zaman wabah covid-19. Yang menggelikan lagi, sampai hari ini, minggu, 5/4/2020 tim pembagian tugas saja belum terbentuk dengan SK. Plt. Bupati, SKPD yang menyangkut wewenang, kewenangan dan tanggungjawabnya. Belum lagi soal anggaran yang dari 14 milyar menjadi 50 milyar. Nah jadi bagaimana mungkin bisa mendraf anggaran dan menginventarisir permasalahan problematika corona dengan penanggulangan dan pencegahanya,” ujar O’ushj Dialambaqa, Minggu(5/4/2020). Pukul 09:00 WIB.

Lanjut O’ushj Dialambaqa, Jika hanya menggunakan asumsi imajiner saja ya kacau balau. Hal itu tak terbantahkan lagi adanya anggaran poya-poya dan tidak sistematiknya penangan, terbukti seperti penetapan zona kuning tidak pakai analisis medik begitu juga keterukuran berpotensi menjadi zona merah tidak bisa dijelaskan. Semua menjadi tidak terpetakan. Peta buta jadinya, ya karena pakai asumsi imaji saja. Bukti lainnya ke Karticala ada pasien yang sesak napas, medis yang datang telanjang bulat (tanpa ADP, Masker atau apapun) lantas karena di Maluku pakai jas hujan ADPnya, di Indramayu dilansir media online pakai jas hujan juga padahal kejadian di Maluku jelas terindikasi atau positip covid-19 sedangkan di Indramayu semua ZERO Covid-19. Bukti lainnya ada yang meninggal 4 orang tapi dinyatakan NEGATIP padahal ada yang dikubur dengan SOP COVID-19.

Jadi tidak hanya anggaran poya-poya yang terjadi. Yang lebih memprihatinkan dan memedihkan adalah mendramatisir bawah corona sehingga membuat gaduh dan panik padahal semuanya negatip atau terbebas corono mungkin termasuk yang dikatakan PDP sebanyak 11 orang dan 170 orang dalam ODP per Jumat, 3/4/2020. Bahkan ada sumber resmi informal dari Bappeda yang berdasarkan hasil lab dari Pusat keterangan Kadinkes katanya 12 orang ternyata negatif padahal data resmi yang dipampang 11 PDP, apalagi yang jumlah ODP entah pakai keterukurannya apa dan tindakannya untuk segera memastikannya seperti apa sehingga tidak menjadi problem psikologis yang bersangkutan tetapi akan memelihara kegaduhan masyarakat yang dibayang-bayangi ketakutan, ujung-ujungnya beresiko poya-poya anggaran atas nama pemantauan intensif.

Begitu juga dengan Pekerja Migran dan urban yang pulang kampung, nanti dimasukan data ODP, padahal pengetahuan untuk karantina mandiri juga tidak dijelaskan dan tidak dilakukan pemantaun intensif tapi dibiarkan mengapung nanti ujung-ujungnya anggaran pemantauan jadi yang paling besar mumpung jika bocor tidak bisa dipidanakan. Menari-nari di atas air mata corona.

Propinsi (Gubernur Jabar) hanya memberikan bantuan dana untuk yang berdampak ekonomi terhadap wabah corona hanya sebanyak 17.000 orang saja. Pertimbanganya apa Indranayu dapat sedikit itu, Pemkab sendiri tidak tahu dan tidak jelas, sehingga publik bisa berspekulasi mungkin karena kita Zero Covid-19, jadi dampak ekonomi individualnya kecil, aktivitas dagang, kerja harian, serabutan dan lainnya berjalan seperti biasa. Jadi hanya dampak dari implikasi situasi dan kondisi nasional dan global saja. Jadi kelogisannya di situ bukan atas jumlah penduduk pertimbangannya.

Untuk itu cobalah jangan mendramatisir wabah dan jangan menyembunyikan fakta wabah. Begitu juga dengan usulan Ketua FPDIP yang katanya cukup 20 milyar saja dan yang 30 milyar untuk yang terkena dampak tapi stok argumentasi yang diberikan berdasarkan asumsi imajiner, tidak berbasis data konkret, seolah-olah usulan itu berpihak untuk rakyat.

Kemudian juga mengusulkan Dewan yang membagikan dana untuk yang berdampak seperti sembako dll. Nah jadi makin memperjelas ada bonceng kepentingan politisnya. Namenklaturnya apa Dewan mau ambil bagian? Dewan tugasnya mengawal dan memantau jangan sampai salah sasaran, bocor dan penyalahgunaan kewenangan, itu tugas konstitusinya termasuk memberi masukan dan pembahasan anggaran, rasional apa tidak, efektif apa tidak, efisien apa tidak dan strategis langkah dan tindakan kebijakannya apa tidak.

Jadi jika Dewan mau berpihak pada kepentingan publik, masyarakat, buktikan bahwa Dewan punya konsep matang, punya stok argumentasi, punya stok metodogis, punya logika dan akal waras, punya teoritik masalah dalam pembahasan APBD yang kacau tidak jelas mana yang strategis dan mana yang menjadi pelengkap, penderita begitu juga dengan RPJMD teknokrstik yang ngawur. Jadi jika punya data base dan punya analisis empirik dari sebuah fakta dsb, silakan adu argumentasi dan bertempur habis-habisan dengan eksekutif, pastilah eksekutif mau mendengarkannya dan bahkan berlutut.itu yang ingin kita lihat. Ini sekedar memperbesar omong kosong belaka. Ya jadi gaduh dan bencana anggaran. (C.tisna)

  • Bagikan

Comment