Tanganrakyat.id , Banyuwangi – PT PLN menghadapi kendala dalam mengembangkan pembangkit energi terbarukan di Indonesia karena aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang diberlakukan. Hal ini membuat investasi asing kurang tertarik untuk berpartisipasi dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga terbarukan di dalam negeri.
Regulasi TKDN membatasi penggunaan barang atau jasa dari luar negeri dan mendorong penggunaan komponen dalam negeri. Namun, hal ini dianggap tidak sesuai dengan pedoman pengadaan lembaga keuangan internasional seperti Japan International Cooperation Agency (JICA) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang mengucurkan kredit untuk proyek-proyek energi terbarukan.
Salah satu contoh kendala yang dihadapi adalah pada proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Hululais, Bengkulu, yang terhambat karena tidak sesuai dengan persyaratan TKDN yang ditetapkan oleh JICA.
Begitu pula pada proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Cisokan yang tidak mendapatkan persetujuan dari IBRD karena masalah TKDN.
Baca juga :
Potensi Energi Terbarukan Besar, Presiden Jokowi: Kalkulasi yang Detail
Masalah ini menyebabkan kekhawatiran terkait pendanaan proyek energi baru dan terbarukan di dalam negeri. Pasokan dana dari pendanaan domestik dianggap tidak akan cukup untuk mendukung proyek-proyek energi terbarukan yang membutuhkan investasi yang besar.
PT PLN memperkirakan bahwa hingga tahun 2030, diperlukan dana sebesar US$31 miliar untuk proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia.
Salah satu upaya yang diambil PT PLN adalah dengan mengakomodir TKDN tinggi dalam pembangunan pembangkit energi biomassa dan biogas miliknya.
Selain itu, PT PLN juga berusaha untuk meningkatkan TKDN melalui skema kemitraan dalam pengembangan potensi panas bumi di wilayah kerjanya maupun dengan perusahaan listrik swasta.
Namun, upaya ini dihadapkan pada kendala signifikan karena kemampuan industri nasional yang belum sepenuhnya siap untuk memenuhi persyaratan TKDN yang tinggi.
Hal ini juga mempengaruhi target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% dalam energi primer nasional pada tahun 2025 yang diproyeksikan oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Target tersebut dianggap sulit tercapai karena minimnya pengalihan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara baru dan dibutuhkan penambahan kapasitas sekitar 12 gigawatt (GW) pemanfaatan EBT dalam waktu dua tahun.
Hingga saat ini, pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional baru mencapai sekitar 12,3% berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pertumbuhan bauran EBT juga hanya naik 0,1% selama tahun 2022.
Guna mengatasi permasalahan tersebut, kerja sama antara PT PLN dan pemerintah menjadi krusial dalam mencari solusi yang efektif agar pembangunan energi terbarukan dapat berjalan dengan lancar dan mencapai target yang diharapkan. Dalam hal ini, koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait menjadi kunci, termasuk lembaga keuangan internasional, industri nasional, dan regulator.
Tujuannya adalah untuk mengatur regulasi TKDN dengan bijaksana sehingga tidak menghambat investasi dan perkembangan energi terbarukan di Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi dan komitmen bersama sangat diperlukan. Pemerintah, PT PLN, lembaga keuangan internasional, industri nasional, dan regulator perlu bekerja sama secara sinergis. Dengan demikian, lingkungan yang mendukung pengembangan energi terbarukan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat tercipta.
Dalam rangka mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, diperlukan dialog dan diskusi yang intensif antara semua pihak terkait.
Keterbukaan dan transparansi dalam pembahasan regulasi TKDN menjadi hal penting agar semua kepentingan dapat diakomodasi dengan sebaik mungkin. Selain itu, pemerintah juga perlu melibatkan para ahli dan pakar dalam menyusun regulasi TKDN yang tepat.
Pendekatan ini akan membantu memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan mempertimbangkan berbagai aspek dan implikasi yang mungkin terjadi, sehingga dapat mengurangi risiko konflik kepentingan dan kesulitan dalam implementasi.
Selain kerja sama dan dialog intensif, pemerintah juga perlu melakukan studi mendalam mengenai pengalaman negara-negara lain yang telah berhasil mengatasi kendala serupa dalam pengembangan energi terbarukan. Dengan mempelajari best practices dari negara-negara lain, pemerintah dapat mengambil pelajaran berharga dan menerapkan strategi yang efektif untuk memajukan energi terbarukan di Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga harus memperkuat peran dan kapasitas lembaga-lembaga terkait dalam mengawasi dan mengevaluasi implementasi regulasi TKDN. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran regulasi TKDN akan memberikan sinyal kuat kepada para pemangku kepentingan bahwa pemerintah serius dalam menerapkan kebijakan ini.
Pemerintah juga harus terbuka terhadap masukan dan kritik dari berbagai pihak, termasuk dari pelaku industri dan masyarakat. Hal ini akan membantu pemerintah untuk terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan atas regulasi TKDN yang telah diterapkan.
Baca juga :
Kang Supardi, Wartawan Muda Penuh Berkah
Sebagai langkah konkret, PT PLN dan pemerintah dapat membentuk forum atau kelompok kerja khusus yang bertujuan untuk mengatasi kendala regulasi TKDN. Forum ini dapat menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan untuk berdiskusi, menyampaikan masukan, dan mencari solusi bersama.
Dalam prosesnya, PT PLN dan pemerintah perlu tetap mengutamakan kepentingan masyarakat dan lingkungan. Pembangunan energi terbarukan harus menjadi prioritas utama dalam upaya mencapai target yang lebih berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Dengan kolaborasi dan komitmen bersama, diharapkan kendala regulasi TKDN dapat diatasi secara efektif. Pembangunan energi terbarukan di Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan berhasil mencapai target yang diinginkan, sehingga Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dosen UNTAG Banyuwangi
Comment