Marak Perburuan Satwa Liar, Kabadiklat: Butuh Jaksa Handal

  • Bagikan
Badiklat Kejaksaan RI mengadakan Training of Trainers (TOT) Penanganan Perkara Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi Yang Dilindungi, di Komplek Badiklat Kejaksaan RI.(Foto.Red)

 

Tanganrakyat.id – Jakarta-Badan Pendidikan dan Latihan Kejaksaan RI Setia Untung Arimuladi mengatakan maraknya tindak pidana perdagangan dan perburuan satwa liar serta kaitannya dengan tindak pidana lain misalnya tindak pidana pencucian uang, kepabeanan, tentu saja membutuhkan Jaksa-Jaksa yang handal baik dalam menangani perkaranya maupun tenaga pengajar.

Badiklat Kejaksaan RI mengadakan Training of Trainers (TOT) Penanganan Perkara Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar.(Foto.Red)

Karenanya Badiklat Kejaksaan RI mengadakan Training of Trainers (TOT) Penanganan Perkara Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi Yang Dilindungi, di Komplek Badiklat Kejaksaan RI, Ragunan, Jakarta, pada Senin 21 Januari 2019.Kegiatan ini Badiklat mengandeng  Wildlifeation Society Indonesia Program atau WCS-IP. Lantaran saat ini spesies-spesies satwa liar mengalami penurunan jumlah populasinya, diantaranya akibat perburuan dan perdagangan illegal.

“Tingginya tingkat kepunahan satwa telah membuat isu ini menjadi perhatian publik, baik nasional maupun internasional. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan tahun 2010 sebagai Tahun  Internasional Keanekaragaman Hayati atau dikenal (The international year of biodiversity),” ucap Untung.

Lanjut dia, PBB juga menetapkan tahun 2011 sampai tahun  2020 sebagai dekade keanekaragaman hayati dan menetapkan tujuan dan target strategis keanekaragaman hayati untuk tahun 2020.

Dari data yang diperolehnya , Untung melihat Indonesia memiliki proporsi kekayaan keanekaragaman spesies yang tinggi, termasuk 17% spesies burung, 12% spesies mamalia, 16% spesies reptil dan amphibi, 25% spesies ikan, 33% spesies serangga dan 10% spesies tanaman berbunga.

“Karena itu Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversity terpenting di dunia diperkirakan sebanyak 300.000 spesies satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia,” ujar dia.

Ketua Umum Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) itu juga menambahkan dari data Dirjen Ksdae-KLHK, perdagangan Ilegal satwa liar menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 9 triliun per tahun.

“Sementara itu, kerugian negara dari sektor kehutanan mencapai Rp. 598 triliun-Rp. 779,3 triliun atau setara US $ 60,7 miliar – US $ 81,4 miliar selama tahun 2003-2015 (KPK2016),” papar dia.

Perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga berdampak secara ekologis yang menyebabkan terjadinya kepunahan massal terhadap spesies-spesies tertentu, gangguan ekosistem, penyebaran penyakit (zoonosis), hilangnya kearifan lokal, serta beban moral dan reputasi bagi negara di mata dunia internasional.

Sementara itu Manajer WCS-IP Dwi Adhiasto Nugroho menyampaikan ucapan terimkasih atas kerjasama dengan Badan Diklat Kejaksaan terkait program perlindungan satwa liar.

“Pada tahun 2018 kita kerjasama dengan Kejaksaan Agung terkait melatih lebih dari 240 Jaksa di lebih dari 15 Provinsi di Indonesia, kita harapkan ini memberikan kontribusi positif bagi keselamatan satwa liar yang ada di Indonesia,” tutup Dwi.(KkP)

  • Bagikan

Comment