PDP 8 Orang Meninggal Di Indramayu

  • Bagikan
PDP 8 Orang Meninggal Di Indramayu (Foto.Red)

Tanganrakyat.id, Indramayu-Pasien dalam pengawasan (PDP) di Kabupaten Indramayu  meninggal 8 pasien, satu orang diketahui pulang dari luar daerah.

Ini dipaparkan oleh Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu, Deden Bonni Koswara, Selasa (7/4/2020), sebanyak 7 PDP lainnya yang meninggal dunia sudah di-swab test, tetapi hasilnya belum keluar dari tim medis.

Dia mengingatkan agar camat, kepala desa hingga RT mengawasi warganya yang baru pulang dari luar kota.

Masyarakat harus tetap jaga jarak fisik, jika tidak punya kepentingan mendesak, diimbau tetap tinggal di rumah saja,” ucapnya.

“Hingga Selasa ini, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 362, secara umum jumlahnya semakin naik,” ujarnya.

Di tempat terpisah Pemerhati masalah sosial juga Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) O’ushj Dialambaqa menanggapi adanya 8 pasien dalam pengawasan yang sudah meninggal mengatakan, Pertama PKSPD harus memberikan koreksi statemen dari Jubir Civid-19 yang menyatakan 7 orang yang telah meninggal telah dilakukan uji medik dengan test swab dan hasilnya negatip. Ini tidak konsisten dan hanya bikin gaduh saja. Pertama yang meninggal di RS. Mitra Plumbon Indramayu dari Ujungaris sampai dikuburkan tidak dilakukan test swab tapi dikatakan negatip. Yang meninggal dari Patrol sampai dikubur juga tidak dilalukan test swab tapi dinyatakan negatip sekalipun dikubur dengan SOP Covid-19 Yang alasan kehati-hatian padahal yang namanya konvervatip itu tidak seperti itu tapi dengan tindakan uji kebenaran medik dulu karena ada implikasi sosial, psikologis dan lain-lsin. Yang ke-3 meninggal dan dikuburkan dari Krangkeng juga tidak dilakukan test swab tapi dinyatakan negatip. Yang ke-4 meninggal dari RS Pelabuhan Crb orang Karangampel dikuburkan dengan SOP Covid-19 tidak dilakukan test swab tapi dinyatakan negatip. Jadi kacau balau,” ujar O’ushj Dialambaqa, Rabu (8/4/2020).

Masih menurut O’ushj Dialambaqa seharusnya hingga Selasa, 7/4/2020 jumlah yang meninggal 8 PDP itu, setiap kali ada yang meninggal diinformasikan kepada publik dengan membuat rilis atau ada pemberitahuan kepada pihak keluarga bahwa telah dilakukan uji klinis untuk menguji apakah positip atau negatip dengan telah melakukan test swab dan sedang menunggu hasil labnya. Itu sistematika kerja dan penanganan yang benar dan profesional sehingga tidak bikin gaduh dan resah masyarakat karena katanya corona itu ganas. Ini setiap ada yang meninggal langsung dikatakan negatip padahal belum dilakukan test swab. Dampaknya segala himbauan untuk penyadaran kolektif untuk tidak keluar rumah jika tidak ada hal yang mendesak dan sebagainya dianggap angin lalu dan omong kosong corona karena faktanya semua yang meninggal dinyatakan negatip. Jadi corona takut sama masyarakat Indramayu sebab sakti. Nah ini jadi menggelikan.

Persoalan berikutnya akan berimplikasi terhadap anggaran dan bisa dijamin jika sistem dan sistematika penangananya seperti itu pengalokasian anggarannya menjadi serabutan dan tak terkendali.

Berikutnya adalah bisa dijamin penanganan dan pencegahan ini akan tidak efektif, tidak efisien dan tidak strategis. Geger dan riuhnya saja yang bergema tapi segala tindakannya seperti keong atau siput berjalan kerena hingga hari ini masih meributkan soal aturan BTT tidak boleh dipakai padahal ada landasan yuridis yang fleksibel bisa dipakai dalam kondisi darurat nasional kesehatan masyarakat, termasuk anggota Dewan juga yang memperuncing perumusan anggaran yang recofucing yang seolah-olah istilah anggaran recofucing itu menjadi sumbatan dalam persoalan anggaran. Jadi lucu dan menggelikan. Ya sekedar gaduh saja biar terkesan berpihak ke rakyat.

Untuk itu PKSPD menyarankan: 1. Segera ambil lamgkah yang sistematik dan strategis dalam mengambil kebijakan termasuk perumusan anggaran dengan sistematika yang tidak ngawur dan tidak bersandar pada asumsi imaji yang konyol. 2. Semua yang dalam status PDP segera dilakukan test swab untuk memastikan positip atau negatip sehinga penanganannya tersasar dan tersisir. 3. Jangan mengandalkan rapid test karena banyak negara juga telah mengembalikan alat tesebut dan sudah tidak dipakai lagi karena rapid test bukan untuk bisa memastikan positipnya covid-19. 4. Plt. Bupati juga tolong hentikan dulu mementingkan kepentingan politik dirinya untuk target pilkada 2020, tumpahkan energi dan pikirannya untuk mengambil kebijakan yang strategis dan substansial yang harus dirumuskan dengan tempo sesingkat-singkatnya akan bisa selamat karena kata WHO Covid-19 ini adalah wabah yang sifatnya pandemik. Jadi harus hati-hati, jika salah langkah bisa menjadi bencana. 5. Sungguh prihatin hingga hari ini kewenangan dan pembagian tugas saja belum selesai dan belum diterbitkan SK dan persoalan anggaran pun belum terumuskan dengan baik dan benar dan apalagi perumusan akhirnya harus melibatkan Dewan. 6. Dewan harus juga jemput bola dalam tempo yang sesingkat-,singkatnya bisa segera terselesaikan. 7. Harap tidak menyembunyikan data dan fakta dalam persoalan cobid-19 ini karena akan menjadi bencana yang lebih besar jika faktanya ada yang disembunyikan dan atau selalu disembunyikan. 8. Jika memang benar faktanya yang meninggal itu negatip tak perlu khawatir dan tak perlu dikubur pakai SOP Covid-19 karena bisa berdampak ketakutan masyarakat, hal itu terjadi di Makassar warga setempat menolak penguburan mayat covid-19. Penolakan penguburan tersebut dividiokan dan disebar luaskan bahkan meminta diviralkan. Nah ini menjadi bahaya jika kemudian diikuti oleh warga setempat diberbagai daerah lantaran penjelasan yang jelas bahkan ngawur seperti yang positip dibilang negatip. Yang negatip dikubur dengan SOP covid-19.

Disisi lain juga ada kerancuan soal pemahaman dan penafsiran PDP. Jadi kacau balau. Karena dalam kebingungan masyarakat jadi jika dikatakan PDP ya tafsirnya pasti corona. Nah jadi tambah kacau.

Menurut saya ini ada kerancuan atau kelatahan atau kekacaubalauan mengenai pemahaman atau penafsiran PDP Corona-19. Asal batuk saja dibilang PDP. Asal flue saja dibilang PDP. Asal sesak napas dibilang PDP. Asal demam tinggi dibilang PDP. Asal sakit tenggorokan dibilang PDP dst. Saya lantas penasaran kemudian menelusuri beberapa pendapat para ahli kedokteran/medis dan ilmuwan dr berbagai negara yang banyak ilmuwannya, mereka berkesimpulan yang dimaksud PDP Covid-19 adalah yang gejalanya hampir bersamaan dan atau serentak (biasanya dalam 2 – 5 hari dan masa inkubasinya 2 minggu) yaitu: 1. Flue (ingusan). 2. Batuk kering (berdahak). 3. Sesak napas/napas pendek (suspect). 4. Demam tinggi (38 derajat ke atas). 5. Nyeri untuk menelan. 6. Nyeri sendi/otot.

Gejala umum covid-19 di Cina berdasarkan sumber: ourworldindata cina dr 55.924 kasus positip covid-19 dengan gejala umum yaitu: 1. Demam. 2. Batuk kering. 3. Kelelahan. 4. Batuk berdahak. 5. Napas pendek. 6. Nyeri otot/sendi. 7. Sakit tenggorokan. 8. Sakit kepala. 9. Panas – dingin. 10. Muntah. 11. Hidung tersumbat dan 12. Diare.

Jika di kita hanya memenuhi gejala 1 atau sampai 3 gejala saja, maka seharusnya belum dikatakan PDP Covid -19.

Ini selalu katakan PDP tapi tidak disebutkan apakah PDP Covid-19 apa PDP diluar corona. Semua jika dikatakan PDP ya asumsi masyarakatnya adalah PDP Covid-19. Ini menjadi gaduh, bingung dan gelisah tak menentu negara dan negeri ini. Bahkan sampai dikubur belum diuji kepositipanya ada yg dilakukan dengan SOP Covid-19 sehingga masyarakat ketakutan, resah dan gelisah, akhirnya memunculkan problematika sosial baru yaitu ada warga setempat menolak penguburan warga yang meninggal dalam status PDP Covid-19, ini terjadi di Makasar.

Nah jika hal serupa terjadi diberbagai daerah, tentu menjadi kacau balau.
Ini perlu menjadi perhatian kita bersama, Tetapi mohon tolong juga dikoreksi jika saya salah karena saya bukan dokter/medis apalagi ilmuwan.

Soalnya akan ada konsekuensi sosial dan politiknya kompleks dan bahkan soal anggaran bisa menjadi problem baru bagi APBN/APBD dan pertumbuhan ekonomi gara-gara pandemi tak jelas atau tak terukur. (KkP)

  • Bagikan

Comment